Thursday, October 24, 2013

Singapore With Love eps.4


Malam Yang Panjang
Malam di Singapore berhawa sejuk menggigit, di jalan-jalan protokol tampak lenggang oleh kendaraan dan malah penuh sesak oleh orang-orang yang hendak menikmati kehidupan malam. Karena adanya MRT di Singapore menjadikan penduduknya lebih memilih menggunakan transportasi masal daripada mobil pribadi dan bus. Hal ini kontras jika dibandingkan dengan malam di Jakarta yang padat dengan lalu lintasnya hingga membuat jalan macet parah dan pejalan kaki tidak dapat bergerak. Menikmati malam di Singapore adalah hal yang fantastik mengingat bahwa negara ini menyediakan segala kesenangan bagi siapapun dengan tujuan apapun. Bagi si pencari Tuhan ada banyak tempat peribadatan dari beragam agama yang bisa disinggahi sebagai bagian dari agenda wisata. Sebutlah saja Sultan Mosque yang tetap terang benderang di malam gelap, Novena Church yang berseni dengan lapangan parkirnya yang luas, Buddha Tooth Relic Temple and Museum yang menyimpan relik suci Gigi Sang Budha, dan bagi penganut agama Hindu ada Sri Mariamman Temple yang merupakan candi Hindu tertua dan bersejarah di Singapore.  Untuk yang suka hura-hura datang saja ke Boat Quay dan Clarke Quay sebuah tempat diseberang sungai Singapore ini menjanjikan surga bagi para tukang ‘dugem’ karena tempat ini dipenuhi pub, club dan tempat disko. Jangan lewatkan Zouk and Around yang berlamatdi 17, Jiak Kim Street, 7382988 yang adalah biangnya tempat clubbing yang paling terkenal seantero Singapore. Menyuguhkan house music sebagai musik utama yang digandrungi anak-anak muda, seakan mengucapkan selamat datang di kehidupan malam Singapore. Selain semua tempat itu Singapore juga tidak melupakan si gila belanja, dengan hanya membayar harga tiket S$1.60 dengan MRT turun di stasiun Orchard terbentanglah department store, mall, plaza dan segala macam yang diimpikan shophaholic tersedia di OrchadRoad ini, mulai dari fashion branded sampai perabotan rumah semua ada. Apalagi Singapore juga terkenal sebagai negara terang benderang dengan lampu-lampu sorot besar maupun kelap-kelip lampu disko membuat negara ini tidak tidur di malam hari.
Dengan semua kemeriahan itu tentu saja dapat membuatku bergairah sepanjang malam, tapi sayang sekali perut ku sudah lapar setelah seharian bertamasya di Sentosa Island. Akhirnya aku berbelok ke sebuah cafe yang menyuguhkan masakan Timur Tengah dan terletak di Kampong Glam pusat kebudayaan Malaysia. Aku sendiri belum pernah mencicipi kuliner negeri padang pasir sebelumnya, sehingga aku langsung memesan yang fenomenal yaitu Fattoush sebagai makanan pembuka, Kofta untuk main course dan sebagai penutup adalah Umm Ali. Fattoush menurutku serupa salad yang terdiri dari seladaromaine, lettuce, tomat, mentimun, bawang bombay, juga radish. Salad ini di mix dengan bubuk sumac, minyak zaitun dan air jeruk lemon, membuat sajian ini terasa agak asam segar dan renyah. Untungnya rasa asam lemon tersembunyi dengan gurihnya roti pita yang turut disajikan sebagai pelengkap. Kofta adalah sajian mirip sate yang terbuat dari daging kambing yang digiling dicampur dengan bawang bombai dan rempah. Rasa Kofta sendiri menurutku gurih lembut dengan sensasi rempah yang menggoda selera. Sementara sebagai desert adalah puding roti yang manis dan creamy bernama Umm Ali. Semua sajian itu terjadi dalam piring berwarna biru langit ditemani segelas es teh tarik dengan harga semuanya S$15.
Puas mencicipi sajian khas Timur Tengah aku lalu beranjak ke hostel yang dapat di jangkau dengan berjalan kaki. Melewati restoran cina dengan lampion merahnya yang bederet memberi kesan ramang-remang di sepanjang jalan, berbelok ke toko-toko cinderamata yang sudah tutup lalu jalan lurus mengikuti trotoar yang membawaku ke tempat menginap. Lelah dan kantuk sudah menggelayut di mata membuatku ingin segera aku merebahkan tubuh. Tapi apa daya keinginanku itu harus tertahan saat Sella mengajakku ke roof untuk berkumpul bersama tamu lain yang saat itu sedang mengadakan pesta barbeque.Segera aku bisa melihat tujuh orang tamu hostel sedang duduk beratapkan langit mengelilingi sebuah meja persegi berukuran besar. Tampaknya ini bukan hanya sekedar pesta barbeque karena aku melihat banyak kaleng bir dan makanan ringan diatas meja. Seorang lelaki paruh baya berwajah melayu menawarkanku kacang garing yang dipanggang dengan rasa asam manis. Segera aku ambil segenggam kacang yang langsung mengkriuk dalam mulutku. Lelaki itu memperkenalkan dirinya sebagai Bob, berasal dari Malaysia dan seorang pengacara yang sedang mencari kehidupan baru di Singapore. Seperti kebanyakan lelaki melayu mereka berperawakan gempal dengan kulit cokelat terbakar matahari. Dia tersenyum ramah kepadaku, pipinya agak gemuk dengan wajah bulat dan mata runcing dan berbola mata hitam, alisnya tebal terlihat bergerak-gerak lucu saat seekor lebah kecil hinggap di keningnya yang lebar.
“Come and join us we having a small party here (ayo bergabung kami sedang mengadakan pesta kecil disini),kata seorang gadis disampingku tiba-tiba. Gadis itu terlihat menyodorkan sekaleng bir dingin kepadaku.”I went to Bali and bought this bir from that island, its cheap(aku baru saja dari Bali dan memborong bir ini dengan harga murah)”, katanya lagi sambil tersenyum manis.
Bir Bali memang terkenal memiliki kualitas nomer satu, dengan buih yang bertahan lama dipermukaan gelas beraroma malt dan hop dengan rasa yang menurut penikmatnya agak pahit tapi jika dikecap beberapa teguk rasa pahitnya berubah jadi manis. Rasa yang agak aneh menurutku yang bukan penikmat bir karena alasan religi. Gadis yang menawarkan bir kepadaku memperkenalkan dirinya sebagai Nali, dia berasal dari Korea Selatan. Nali seorang memiliki rambut panjang tipis sebahu berwarna cokelat mahogandi, mengenakan tanktop biru laut dan celana jeans pendek, wajahnya mirip dengan Yuna bintang k-pop yang sedang di gandrungi remaja di Jakarta. Hanya saja hidung Nali sedikit lebih kecil.
“Well, I drink cold coke(yah aku hanya minum coca cola dingin)”, sahutku sambil meneguk segelas coca cola dingin dengan cepat. Aku tidak menjelaskan kepada Nali mengenai budaya dan agamaku yang tidak memungkinkan aku meneguk alkohol.
“You can give it to me if you dont mind (kamu bisa berikan birnya kepadaku kalau kamu tidak keberatan) ”, kata seorang pemuda yang duduk di sudut ruangan yang remang-remang membuatnya tidak terlihat jelas, hanya suaranya yang parau membuat semua tersadar bahwa ada orang sedang merokok disana.
“ Come and get it, dont be shy heheeh(kalau begitu ayo kesini jangan malu-malu),” seorang pemuda lain dengan logat India menawarinya tempat duduk dengan camilan manis di atas mejanya. Si perokok yang sedari tadi duduk di pojok ruangan lalu menghampiri kursi dengan langkah agak gontai, wajahnya yang oriental segera mengingatkanku pada film-film kungfu zaman dulu. “Now its complete I guess(aku rasa sekarang semua orang sudah berkumpul),” kata si pemuda berlogat India setelah si perokok duduk santai di dekatnya.
Sembilan orang yang berkumpul tersebut merupakan tamu hostel yang menginap di dormitory room dengan kata lain adalah teman sekamarkuyang berasal berbagai negara. Selain Nali dan Bob, ada si pemuda berlogat India bernama Raj yang rupanya dia berasal dari Pakistan. Rambut tampak acak-acakan, wajahnya tirus dengan bola mata hitam bulat. Dia mengenakan celana pendek berbahan tebal, kemeja yang berwarna merah tampak mencolok di bawah terang lampu. Raj datang ke Singapore untuk berlibur dari penatnya musim panas di Pakistan yang menurutnya sangat menyengat. Sementara itu disampingnya adalah si perokok yang rupanya berasal dari Taiwan bernawa Aqoon, nama yang agak susah untuk dilafalkan. Aqoon memiliki wajah yang mirip dengan Tau ming tse, anggota F4 dari film seri Taiwan Meteor Garden yang sempat heboh di Indonesia, dengan wajah tirus, dan rambut wet look ditinggikan. Latar belakang Aqoon juga tidak kalah serunya, dia seorang murid SMU yang sedang kabur dari sekolahnya karena merasa sekolah adalah hal yang menyiksa. Aku sangat terkesan dengan cerita “minggat dari rumah” versi Aqoon yang menurutku seperti kenakalan remaja yang kelewat keren. Kalau dulu anak sekolah  kabur sebatas ke Mall atau paling jauh Istora Senayan untuk anak Jakarta, di zaman sekarang anak sekolah kalau minggat sampai terbang hingga ke luar negeri.
“Que diriez-vous? où êtes-vousvenue?(apa yang kamu katakan?, dari mana kamu berasal?)”, sapa seorang pemuda tampan di hadapanku sambil menuangkan keripik kentang rasa keju di telapak tanganku.
Aku menatapnya tanpa berkedip, wooow...bule Perancis batinku dalam hati. Perawakan pemuda ini begitu gagah, rambutnya lurus runcing berwarna brunette, matanya biru, wajahnya tirus dan tampan membuat hati ku meleleh saat menatapnya.
“Quel est votre nom?(siapa nama kamu?) “, sambung si bule Perancis lagi.
Aku tergagap karena bingung ingin menjawab apa kepada si tampan ini, dalam hati aku merasa begitu bodoh dan menyesal karena tidak pernah belajar bahasa Perancis. Alih-alih bahasa Perancis aku malah mendalami bahasa Inggris yang tampaknya tidak berguna sama sekali.
My friend asking you about your origin and your name(temanku menanyakan asal negara kamu dan juga namamu)”, kata seorang bersuara berat yang ada di sebelah si bule Perancis. Rupanya si tampan bersama teman berlibur ke Singapore, seorang yang betubuh tinggi mungkin 175 cm. Mimik wajahnya lucu dengan mulut yang lebar dan rahang sempit, matanya bulat dan rambutnya pirang sekali. Aku terkekeh melihat ekspresinya yang lucu saat mengunyah snack ubi pedas camilan khas negeri seribu satu larangan ini. Orang bule memang terkenal tidak tahan pedas.
Setelah membersihkan jari-jariku dari serpihan keripik kentang dengan tissue, kuulurkan tanganku untuk memperkenalkan diriku kepada si tampan .”My name is Ningrum, and I come from Indonesia. I’m an artist, for paintings (namaku Ningrum dan aku berasal dari Indonesia)”, kataku dengan lembut. “And what is your name?(dan siapa nama kamu?)”, tanya ku kemudian.
Si tampan membalas uluran tanganku dengan jabat tangan hangat. Kedua lelaki Perancis itu lalu berdiskusi, yang pirang sedang menterjemahkan kalimatku dalam bahasa Perancis kepada si tampan.
 Mon nom estPierre,etc'estmon amiThomas”, jawab si tampan sambil tersenyum. Kawannya yang pirang lalu menjelaskan kepadaku maksud dari ucapannya, bahwa si tampan bernama Pierre dan dia sendiri bernama Thomas. nous vivons dansParis,loin d'ici( kami tinggal di Paris jauh dari sini)”, sambung Pierre kemudian.
Angin lembut dari arah pepohonan membuat suasana menjadi sejuk, dentang kaleng bir terdengar ramai dari meja ini. “ I think this country a little bit boring, I have visited Merlion and Bird park, I miss crazy things(Aku pikir negara ini sedikit membosankan, aku telah mengunjungi Merlion dan Taman Burung, aku merindukan hal-hal yang gila)”, seorang pria tanpa rambut berkata sambil tersenyum lebar, dia menggunakan setelan khas melayu tapi wajahnya tampak seperti orang Barat. “Oh... my name is Timmy and I come from Amerika. I’m a sport teacher in Malaysia for 6 months(oh ...namaku Timmy dan aku berasal dari Amerika. Aku seorang guru olahraga di Malaysia selama 6 bulan)”, sambungnya dengan mulut belepotan pie cokelat.
“What kind of crazy things?(Hal-hal gila seperti apa?)”, tanya Raj penuh rasa penasaran.
“ Like bunge jumping and sky diving...(seperti terjun payung dan terjun bebas)”.
Belum sempat Timmy melanjutkan kata-katanya Sella menyentak ,”Hei you can do those things here in Sentosa Island, perhaps you only need time to explore this country, how long you have been here?(Hei kamu bisa melakukan semua itu di negara ini tepatnya di Sentosa Island, mungkin kamu hanya perlu meluangkan waktu untuk menjelajahi negara ini, sudah berapa lama kamu disini?)”.
Timmy menjawab tanpa memberitahukan sudah berapa lama dia di negeri ini, “wooow..that’s a good idea, I hope they have a high cliff here(woow..itu ide yang bagus, aku harap ada tebing tinggi disini)“,
“Oh man....there is no cliff in Singapore, this country has no mountain or even hill(oh bung ....tidak ada tebing di Singapore, negara ini bahkan tidak punya gunung atau bukit)”,sambung seseorang dari balik meja. Orang ini berkumis tipis, mata nya sipit dan wajahnya bulat.” Singapore is a small country, it has no lake or landscape like you hope(Singapore itu negara kecil, tidak punya danau atau dataran yang kamu harapkan)”, katanya lagi sambil mengeringkan tangannya yang basah oleh embun dari kaleng bir dingin ke t-shirt nya yang berwarna hitam. Kemudian dia memperkenalkan namanya sebagai Kenshi sambil bersalaman dengan semua orang satu persatu. Kenshi berasal dari jepang, itu menjelaskan kenapa dia menggunakan celana jeans bergaya harajuku.“I come here for a job, I’m going to move here if I could pass the interview from local company here...advertising company(Aku datang kesini karena pekerjaan, aku akan pindah kemari jika aku bisa lulus tes wawancara dari sebuah perusahaan lokal di negara ini...perusahaan periklanan)”, katanya menjelaskan alasan dia berada di Singapore.
“But this country is famous, everyone knows Singapore although this country isolated(Tapi negara ini terkenal, semua orang tahu Singapore walaupun negara ini letaknya terpencil)”, kata Bob untuk menimpali perkataan Timmy, membuat Kenshi merengut karena dia berharap cerita tentang latarbelakangnya membuat semua orang terkesan. Bob sendiri yang seorang Malaysia ini tampak juga tidak meneguk Bir sepertiku, dia menikmati segelas kopi hangat dengan krim.
Oui...Singapourest petite maiscélèbrecommeBali.Baliest un endroit merveilleux, je pense. Je suis allé àBaliet la plageest génial and Ubud is peaceful(Ya...Singaporeadalah negara kecil tetapiterkenal sebagaiBali.Bali adalahtempat yang indah, aku pikir. Aku pernah ke Bali dan melihat pantainya yang besar serta ke Ubud yang adalah tempat penuh kedamaian)”.Semua orang hanya nyengir kuda saat Pierreberujar, tampaknya bukan hanya aku yang gagap berbahasa Perancis.      
Tapi Nali rupanya meraba kalimat Pierre dan mendengar kata Bali dan Ubud sehingga dia lalu melanjutkan perkataan Pierre. “Beer in Bali so cheap, that's why I like Bali. I also got mushroom that was so terrific, fly all night long(Bir di bali sangat murah, itulah sebabnya aku suka Bali. Aku juga dapatkan mushroom yang sangat enak, membuatku terbang sepanjang malam)”, Nali berhenti sejenak lalu meneguk bir. “How about you Ningrum? Don’t you think the mushroom in Bali so amazing?(Bagaimana dengan kamu Ningrum?. Bukankah kamu berpikir sama denganku soal mushroom yang sangat menakjubkan di Bali?)”.
Aku mencoba memahami kalimat Nali yang agak tidak aku mengerti yaitu kata ‘mushroom’.  Mungkinkah yang dia maksud jamur merang? Karena di Bali banyak restoran yang menghidangkan masakan jamur sebagai pendamping lawar. Tapi apakah tumis jamur bisa membuat turis asing ‘fly all night long’?.
“ Yang dia bicarakan itu Marijuana ...mushroom adalah nama sebutan untuk ganja kering”, kata Bob tiba-tiba disampingku dalam logat bahasa Melayu, tampaknya dia menyadari kalau aku bingung dengan maksud kosakata Nali.
Aku terkejut setelah mengetahui apa yang dimaksud ‘mushroom’ oleh Nali, kemudian aku berkata dengan singkat dan jelas,” No, I don’t like mushroom(Tidak, aku tidak suka mushroom)”.
Malam semakin larut dan dingin tapi kami malah semakin ramai berbincang. Bulu kudukku sesekali bergidik di terpa angin lembut, tapi untuk kawan-kawan baru ku ini tampaknya angin tidak mempengaruhi mereka.Hal ini konon karena bir dapat menghangatkan tubuh, mitos yang tidak aku pedulikan benar atau salahnya karena aku tidak minum. Tampaknya pembicaraan soal mushroom sedikit mendominasi, rupanya untuk turis asing memperbincangkan dan mengkonsumsimushroom asal tidak berlebihan adalah hal yang biasa, meskipun tetap harus waspada terhadap hidung polisi. Topik lain yang juga ramai di bicarakan adalah soal makanan khas di tiap negara, tempat-tempat wisata yang sudah dan akan dikunjungi di Singapore, sudah traveling ke negara mana saja, hingga soal musik dan film. Sepanjang perbincangan yang semakin seru aku mengerling ke arah Pierre, dia memang tampan dengan celana pendek bermotif tentara dan shirt biru berlambang sebuah klub olahraga, membuatku penasaran. Tampaknya Pierre tahu sedang di perhatikan olehku dia menatapku sambil tersenyum. Wajahku merona merah menahan malu karena tertangkap basah sedang memperhatikannya, jadi dengan kikuk aku menanyakan soal lambang klub olahraga yang ada di kemejanya berharap tidak ada orang lain yang menyadari ketertarikanku kepadanya.
Il s'agitclub de footballdans mon pays Paris Saint Germain.Je suislesplus grands fans dececlub de football(Ini adalah lambang klub sepakbola di negaraku, Paris Saint Germain.Akupenggemar berat klub ini)”. Pierreterlihat akan menuangkan bir dingin kedalam gelasku lalu berkata lagi,”Vous avez l'airsi doux. quel est votre planpour demain?.Je vaisaller àMerlion, qu'en pensez-vous?(kamu tampak begitu manis. Apa rencana kamu besok?. Aku akan pergi ke Merlion, bagaimana menurutmu?)”,katanya lagi dari balik asap rokok yang mengepul dari bibir Aqoon.
“I think I drink Coca Cola, thank you...(Aku pikir aku minum Coca cola saja, terimakasih)”, kataku menolak dengan halus bir yang hendak Pierre tuang kedalam gelasku.Sejenak aku terdiam memikirkan kalimat yang ingin kuucapkan selanjutnya tapi kemudian aku teringat cara Nali dalam meraba-raba bahasa Perancis sehingga aku menemukan kata ‘Merlion’ yang memang terdengar diucapkan oleh Pierre tadi,” I have not seen Merlion since I visited this country, I hope tomorrow will be the best time to see the icon of Singapore(Aku belum melihat Merlion sejak mengunjungi negara ini, aku harap besok adalah waktu yang tepat untuk melihat ikon Singapore itu)”.
Pierre melihatku dengan mata birunya sedang mencoba untuk mengerti kalimat yang kuucapkan. Sebentar kemudian dia kembali meneguk bir lalu berkata dengan lembut, “voulez-vousveniravec moi voirMerliondemain?(Apakah kamu mau ikut denganku melihat Merlion besok?)”.
Pierre kemudian berkata pelan kepada temannya Thomas dengan bahasa Perancis. Thomas lalu berkata kepadaku, “He asked you to see Merlion tomorrow, do you mind? (Dia mengajak kamu melihat Merlion besok, apakah kamu bersedia?)”.
“Yes, I do ..(Ya, aku mau)”, langsung kuterima saja ajakannya dengan hati riang gembira hehehe. Thomas agak tersentak mendengar jawabanku yang spontan. Lalu kulihat dia menyampaikan kalimatku dalam bahasa Perancis kepada Pierre yang dibalas dengan senyuman olehnya kepadaku.
Dalam hati aku berkata, “asyiiik besok kencan dengan si ganteng”.
Malam hampir beranjak fajar saat semua orang menyadari itu kami semua lalu membubarkan diri untuk tidur. Kulihat dilangit bintang-bintang masih bersinar walaupun bulan sudah tidak lagi tampak tersenyum di ufuk barat. Suasana kamar kami yang sejuk karena berpendingin udara ditambah dengan empuknya tempat tidur membuatku ingin segera terlelap. Tidak jauh dariku Pierre terlihat merambat tempat tidurnya dengan mata mengantuk. Satu hal yang aku amati dari lelaki bule kalau mau tidur adalah mereka melepast-shirt dan hanya menggunakan celana boxeratau istilahnya topless hehehe termasuk si Pierre ini. Walaupun tidur di bed yang berbeda tapi tetap ada sensasi semriwing bisa menginap dengannya. Apalagi sebelum mematikan lampu tidurnya dia melihat kepadaku seakan mengucapkan selamat malam lalu menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut.

No comments:

Post a Comment