Malam Yang
Panjang
Malam di Singapore berhawa sejuk menggigit, di
jalan-jalan protokol tampak lenggang oleh kendaraan dan malah penuh sesak oleh
orang-orang yang hendak menikmati kehidupan malam. Karena adanya MRT di
Singapore menjadikan penduduknya lebih memilih menggunakan transportasi masal
daripada mobil pribadi dan bus. Hal ini kontras jika dibandingkan dengan malam
di Jakarta yang padat dengan lalu lintasnya hingga membuat jalan macet parah
dan pejalan kaki tidak dapat bergerak. Menikmati malam di Singapore adalah hal
yang fantastik mengingat bahwa negara ini menyediakan segala kesenangan bagi
siapapun dengan tujuan apapun. Bagi si pencari Tuhan ada banyak tempat
peribadatan dari beragam agama yang bisa disinggahi sebagai bagian dari agenda
wisata. Sebutlah saja Sultan Mosque
yang tetap terang benderang di malam gelap, Novena
Church yang berseni dengan lapangan parkirnya yang luas, Buddha Tooth Relic Temple and Museum
yang menyimpan relik suci Gigi Sang Budha, dan bagi penganut agama Hindu ada
Sri Mariamman Temple yang merupakan
candi Hindu tertua dan bersejarah di Singapore. Untuk yang suka hura-hura datang saja ke Boat Quay dan Clarke Quay sebuah tempat diseberang sungai Singapore ini menjanjikan surga bagi para tukang ‘dugem’ karena
tempat ini dipenuhi pub, club dan
tempat disko. Jangan lewatkan Zouk and
Around yang berlamatdi 17, Jiak Kim Street, 7382988 yang adalah biangnya
tempat clubbing yang paling terkenal
seantero Singapore. Menyuguhkan house
music sebagai musik utama yang digandrungi anak-anak muda, seakan
mengucapkan selamat datang di kehidupan malam Singapore. Selain semua tempat itu Singapore juga tidak melupakan
si gila belanja, dengan hanya membayar harga tiket S$1.60 dengan MRT turun di
stasiun Orchard terbentanglah department store, mall, plaza dan segala
macam yang diimpikan shophaholic
tersedia di OrchadRoad ini, mulai
dari fashion branded sampai perabotan
rumah semua ada. Apalagi Singapore juga terkenal sebagai negara terang
benderang dengan lampu-lampu sorot besar maupun kelap-kelip lampu disko membuat
negara ini tidak tidur di malam hari.
Dengan semua kemeriahan itu tentu saja
dapat membuatku bergairah sepanjang malam, tapi sayang sekali perut ku sudah
lapar setelah seharian bertamasya di Sentosa
Island. Akhirnya aku berbelok ke sebuah cafe
yang menyuguhkan masakan Timur Tengah dan terletak di Kampong Glam pusat
kebudayaan Malaysia. Aku sendiri belum pernah mencicipi kuliner negeri padang
pasir sebelumnya, sehingga aku langsung memesan yang fenomenal yaitu Fattoush
sebagai makanan pembuka, Kofta untuk main
course dan sebagai penutup adalah Umm Ali. Fattoush menurutku serupa salad
yang terdiri dari seladaromaine, lettuce, tomat, mentimun, bawang bombay,
juga radish. Salad ini di mix dengan bubuk sumac, minyak zaitun dan air jeruk lemon, membuat sajian ini terasa
agak asam segar dan renyah. Untungnya rasa asam lemon tersembunyi dengan
gurihnya roti pita yang turut disajikan sebagai pelengkap. Kofta adalah sajian
mirip sate yang terbuat dari daging kambing yang digiling dicampur dengan
bawang bombai dan rempah. Rasa Kofta sendiri menurutku gurih lembut dengan
sensasi rempah yang menggoda selera. Sementara sebagai desert adalah puding roti yang manis dan creamy bernama Umm Ali. Semua sajian itu terjadi dalam piring
berwarna biru langit ditemani segelas es teh tarik dengan harga semuanya S$15.
Puas mencicipi sajian khas Timur Tengah
aku lalu beranjak ke hostel yang dapat di jangkau dengan berjalan kaki.
Melewati restoran cina dengan lampion merahnya yang bederet memberi kesan
ramang-remang di sepanjang jalan, berbelok ke toko-toko cinderamata yang sudah
tutup lalu jalan lurus mengikuti trotoar yang membawaku ke tempat menginap.
Lelah dan kantuk sudah menggelayut di mata membuatku ingin segera aku
merebahkan tubuh. Tapi apa daya keinginanku itu harus tertahan saat Sella
mengajakku ke roof untuk berkumpul
bersama tamu lain yang saat itu sedang mengadakan pesta barbeque.Segera aku bisa melihat tujuh orang tamu hostel sedang
duduk beratapkan langit mengelilingi sebuah meja persegi berukuran besar.
Tampaknya ini bukan hanya sekedar pesta barbeque
karena aku melihat banyak kaleng bir dan makanan ringan diatas meja.
Seorang lelaki paruh baya berwajah melayu menawarkanku kacang garing yang
dipanggang dengan rasa asam manis. Segera aku ambil segenggam kacang yang
langsung mengkriuk dalam mulutku. Lelaki itu memperkenalkan dirinya sebagai
Bob, berasal dari Malaysia dan seorang pengacara yang sedang mencari kehidupan
baru di Singapore. Seperti kebanyakan lelaki melayu mereka berperawakan gempal
dengan kulit cokelat terbakar matahari. Dia tersenyum ramah kepadaku, pipinya
agak gemuk dengan wajah bulat dan mata runcing dan berbola mata hitam, alisnya
tebal terlihat bergerak-gerak lucu saat seekor lebah kecil hinggap di keningnya
yang lebar.
“Come
and join us we having a small party here (ayo
bergabung kami sedang mengadakan pesta kecil disini)”,kata seorang gadis disampingku tiba-tiba. Gadis itu terlihat
menyodorkan sekaleng bir dingin kepadaku.”I
went to Bali and bought this bir from that island, its cheap(aku baru saja
dari Bali dan memborong bir ini dengan harga murah)”, katanya lagi sambil tersenyum manis.
Bir Bali memang
terkenal memiliki kualitas nomer satu, dengan buih yang bertahan lama
dipermukaan gelas beraroma malt dan hop dengan rasa yang menurut penikmatnya
agak pahit tapi jika dikecap beberapa teguk rasa pahitnya berubah jadi manis.
Rasa yang agak aneh menurutku yang bukan penikmat bir karena alasan religi. Gadis
yang menawarkan bir kepadaku memperkenalkan dirinya sebagai Nali, dia berasal
dari Korea Selatan. Nali seorang memiliki rambut panjang tipis sebahu berwarna
cokelat mahogandi, mengenakan tanktop
biru laut dan celana jeans pendek,
wajahnya mirip dengan Yuna bintang k-pop
yang sedang di gandrungi remaja di Jakarta. Hanya saja hidung Nali sedikit
lebih kecil.
“Well,
I drink cold coke(yah aku hanya minum coca cola dingin)”, sahutku sambil
meneguk segelas coca cola dingin dengan cepat. Aku tidak menjelaskan kepada
Nali mengenai budaya dan agamaku yang tidak memungkinkan aku meneguk alkohol.
“You
can give it to me if you dont mind (kamu bisa
berikan birnya kepadaku kalau kamu tidak keberatan) ”, kata seorang pemuda yang duduk di sudut ruangan yang
remang-remang membuatnya tidak terlihat jelas, hanya suaranya yang parau
membuat semua tersadar bahwa ada orang sedang merokok disana.
“
Come and get it, dont be shy heheeh(kalau begitu
ayo kesini jangan malu-malu),” seorang pemuda lain dengan logat India
menawarinya tempat duduk dengan camilan manis di atas mejanya. Si perokok yang
sedari tadi duduk di pojok ruangan lalu menghampiri kursi dengan langkah agak
gontai, wajahnya yang oriental segera mengingatkanku pada film-film kungfu
zaman dulu. “Now its complete I guess(aku
rasa sekarang semua orang sudah berkumpul),”
kata si pemuda berlogat India setelah si perokok duduk santai di dekatnya.
Sembilan orang yang berkumpul tersebut
merupakan tamu hostel yang menginap di dormitory
room dengan kata lain adalah teman sekamarkuyang berasal berbagai negara.
Selain Nali dan Bob, ada si pemuda berlogat India bernama Raj yang rupanya dia
berasal dari Pakistan. Rambut tampak acak-acakan, wajahnya tirus dengan bola
mata hitam bulat. Dia mengenakan celana pendek berbahan tebal, kemeja yang berwarna
merah tampak mencolok di bawah terang lampu. Raj datang ke Singapore untuk
berlibur dari penatnya musim panas di Pakistan yang menurutnya sangat
menyengat. Sementara itu disampingnya adalah si perokok yang rupanya berasal
dari Taiwan bernawa Aqoon, nama yang agak susah untuk dilafalkan. Aqoon
memiliki wajah yang mirip dengan Tau ming tse, anggota F4 dari film seri Taiwan
Meteor Garden yang sempat heboh di Indonesia, dengan wajah tirus, dan rambut wet look ditinggikan. Latar belakang Aqoon
juga tidak kalah serunya, dia seorang murid SMU yang sedang kabur dari
sekolahnya karena merasa sekolah adalah hal yang menyiksa. Aku sangat terkesan
dengan cerita “minggat dari rumah” versi Aqoon yang menurutku seperti kenakalan
remaja yang kelewat keren. Kalau dulu anak sekolah kabur sebatas ke Mall atau paling jauh Istora
Senayan untuk anak Jakarta, di zaman sekarang anak sekolah kalau minggat sampai
terbang hingga ke luar negeri.
“Que diriez-vous? où êtes-vousvenue?(apa
yang kamu katakan?, dari mana kamu berasal?)”,
sapa seorang pemuda tampan di hadapanku sambil menuangkan keripik kentang rasa
keju di telapak tanganku.
Aku menatapnya tanpa
berkedip, wooow...bule Perancis batinku dalam hati. Perawakan pemuda ini begitu
gagah, rambutnya lurus runcing berwarna brunette,
matanya biru, wajahnya tirus dan tampan membuat hati ku meleleh saat menatapnya.
“Quel est votre nom?(siapa nama kamu?) “, sambung si bule Perancis lagi.
Aku tergagap karena
bingung ingin menjawab apa kepada si tampan ini, dalam hati aku merasa begitu
bodoh dan menyesal karena tidak pernah belajar bahasa Perancis. Alih-alih
bahasa Perancis aku malah mendalami bahasa Inggris yang tampaknya tidak berguna
sama sekali.
“My friend asking you about your origin and your name(temanku
menanyakan asal negara kamu dan juga namamu)”, kata seorang bersuara berat yang
ada di sebelah si bule Perancis. Rupanya si tampan bersama teman berlibur ke
Singapore, seorang yang betubuh tinggi mungkin 175 cm. Mimik wajahnya lucu
dengan mulut yang lebar dan rahang sempit, matanya bulat dan rambutnya pirang
sekali. Aku terkekeh melihat ekspresinya yang lucu saat mengunyah snack ubi pedas camilan khas negeri
seribu satu larangan ini. Orang bule memang terkenal tidak tahan pedas.
Setelah membersihkan
jari-jariku dari serpihan keripik kentang dengan tissue, kuulurkan tanganku untuk memperkenalkan diriku kepada si
tampan .”My name is Ningrum, and I come
from Indonesia. I’m an artist, for paintings (namaku Ningrum dan aku
berasal dari Indonesia)”, kataku
dengan lembut. “And what is your name?(dan
siapa nama kamu?)”, tanya ku
kemudian.
Si tampan membalas
uluran tanganku dengan jabat tangan hangat. Kedua lelaki Perancis itu lalu
berdiskusi, yang pirang sedang menterjemahkan kalimatku dalam bahasa Perancis
kepada si tampan.
“Mon nom estPierre,etc'estmon amiThomas”,
jawab si tampan sambil tersenyum. Kawannya yang pirang lalu menjelaskan
kepadaku maksud dari ucapannya, bahwa si tampan bernama Pierre dan dia sendiri
bernama Thomas. “nous vivons dansParis,loin d'ici( kami tinggal di Paris jauh dari sini)”, sambung Pierre kemudian.
Angin lembut dari arah
pepohonan membuat suasana menjadi sejuk, dentang kaleng bir terdengar ramai
dari meja ini. “ I think this country a
little bit boring, I have visited Merlion and Bird park, I miss crazy things(Aku
pikir negara ini sedikit membosankan, aku telah mengunjungi Merlion dan Taman
Burung, aku merindukan hal-hal yang gila)”, seorang pria tanpa rambut berkata
sambil tersenyum lebar, dia menggunakan setelan khas melayu tapi wajahnya
tampak seperti orang Barat. “Oh... my
name is Timmy and I come from Amerika. I’m a sport teacher in Malaysia for 6
months(oh ...namaku Timmy dan aku berasal dari Amerika. Aku seorang guru
olahraga di Malaysia selama 6 bulan)”, sambungnya dengan mulut belepotan pie cokelat.
“What
kind of crazy things?(Hal-hal
gila seperti apa?)”, tanya Raj penuh
rasa penasaran.
“
Like bunge jumping and sky diving...(seperti
terjun payung dan terjun bebas)”.
Belum sempat Timmy
melanjutkan kata-katanya Sella menyentak ,”Hei
you can do those things here in Sentosa Island, perhaps you only need time to
explore this country, how long you have been here?(Hei kamu bisa melakukan
semua itu di negara ini tepatnya di Sentosa
Island, mungkin kamu hanya perlu meluangkan waktu untuk menjelajahi negara
ini, sudah berapa lama kamu disini?)”.
Timmy menjawab tanpa
memberitahukan sudah berapa lama dia di negeri ini, “wooow..that’s a good idea, I hope they have a high cliff here(woow..itu
ide yang bagus, aku harap ada tebing tinggi disini)“,
“Oh man....there is no cliff in Singapore,
this country has no mountain or even hill(oh bung ....tidak ada tebing di Singapore, negara ini bahkan tidak punya
gunung atau bukit)”,sambung seseorang dari balik meja. Orang ini berkumis tipis,
mata nya sipit dan wajahnya bulat.”
Singapore is a small country, it has no lake or landscape like you hope(Singapore
itu negara kecil, tidak punya
danau atau dataran yang kamu harapkan)”,
katanya lagi sambil mengeringkan tangannya yang basah oleh embun dari kaleng
bir dingin ke t-shirt nya yang
berwarna hitam. Kemudian dia memperkenalkan namanya sebagai Kenshi sambil
bersalaman dengan semua orang satu persatu. Kenshi berasal dari jepang, itu
menjelaskan kenapa dia menggunakan celana jeans
bergaya harajuku.“I come here for a job,
I’m going to move here if I could pass the interview from local company here...advertising
company(Aku datang kesini karena pekerjaan, aku akan pindah kemari jika aku
bisa lulus tes wawancara dari sebuah perusahaan lokal di negara
ini...perusahaan periklanan)”, katanya
menjelaskan alasan dia berada di Singapore.
“But
this country is famous, everyone knows Singapore although this country isolated(Tapi negara ini terkenal, semua orang tahu Singapore walaupun negara ini letaknya
terpencil)”, kata Bob untuk menimpali perkataan Timmy, membuat Kenshi merengut
karena dia berharap cerita tentang latarbelakangnya membuat semua orang terkesan.
Bob sendiri yang seorang Malaysia ini tampak juga tidak meneguk Bir sepertiku,
dia menikmati segelas kopi hangat dengan krim.
“Oui...Singapourest petite maiscélèbrecommeBali.Baliest un endroit merveilleux,
je pense. Je
suis allé àBaliet la plageest génial and Ubud is peaceful(Ya...Singaporeadalah
negara kecil tetapiterkenal sebagaiBali.Bali adalahtempat yang
indah, aku pikir. Aku pernah ke Bali dan melihat
pantainya yang besar serta ke Ubud yang adalah tempat penuh kedamaian)”.Semua orang hanya nyengir kuda saat Pierreberujar,
tampaknya bukan hanya aku yang gagap berbahasa Perancis.
Tapi Nali rupanya
meraba kalimat Pierre dan mendengar kata Bali dan Ubud sehingga dia lalu
melanjutkan perkataan Pierre. “Beer in
Bali so cheap, that's why I like Bali. I also got mushroom that was so
terrific, fly all night long(Bir di bali sangat murah, itulah sebabnya aku
suka Bali. Aku juga dapatkan mushroom
yang sangat enak, membuatku terbang sepanjang malam)”, Nali berhenti sejenak
lalu meneguk bir. “How about you Ningrum?
Don’t you think the mushroom in Bali so amazing?(Bagaimana dengan kamu Ningrum?.
Bukankah kamu berpikir sama denganku soal mushroom
yang sangat menakjubkan di Bali?)”.
Aku mencoba memahami
kalimat Nali yang agak tidak aku mengerti yaitu kata ‘mushroom’. Mungkinkah yang
dia maksud jamur merang? Karena di Bali banyak restoran yang menghidangkan masakan
jamur sebagai pendamping lawar. Tapi apakah tumis jamur bisa membuat turis
asing ‘fly all night long’?.
“ Yang dia bicarakan
itu Marijuana ...mushroom adalah nama sebutan untuk ganja kering”, kata Bob
tiba-tiba disampingku dalam logat bahasa Melayu, tampaknya dia menyadari kalau
aku bingung dengan maksud kosakata Nali.
Aku terkejut setelah
mengetahui apa yang dimaksud ‘mushroom’
oleh Nali, kemudian aku berkata dengan singkat dan jelas,” No, I don’t like mushroom(Tidak, aku tidak suka mushroom)”.
Malam semakin larut dan
dingin tapi kami malah semakin ramai berbincang. Bulu kudukku sesekali bergidik
di terpa angin lembut, tapi untuk kawan-kawan baru ku ini tampaknya angin tidak
mempengaruhi mereka.Hal ini konon karena bir dapat menghangatkan tubuh, mitos
yang tidak aku pedulikan benar atau salahnya karena aku tidak minum. Tampaknya
pembicaraan soal mushroom sedikit
mendominasi, rupanya untuk turis asing memperbincangkan dan mengkonsumsimushroom asal tidak berlebihan adalah
hal yang biasa, meskipun tetap harus waspada terhadap hidung polisi. Topik lain
yang juga ramai di bicarakan adalah soal makanan khas di tiap negara, tempat-tempat
wisata yang sudah dan akan dikunjungi di Singapore, sudah traveling ke negara mana saja, hingga soal musik dan film.
Sepanjang perbincangan yang semakin seru aku mengerling ke arah Pierre, dia
memang tampan dengan celana pendek bermotif tentara dan shirt biru berlambang sebuah klub olahraga, membuatku penasaran.
Tampaknya Pierre tahu sedang di perhatikan olehku dia menatapku sambil
tersenyum. Wajahku merona merah menahan malu karena tertangkap basah sedang
memperhatikannya, jadi dengan kikuk aku menanyakan soal lambang klub olahraga
yang ada di kemejanya berharap tidak ada orang lain yang menyadari ketertarikanku
kepadanya.
“Il s'agitclub de footballdans
mon pays
Paris Saint Germain.Je
suislesplus grands fans dececlub de football(Ini
adalah lambang klub sepakbola di negaraku, Paris
Saint Germain.Akupenggemar berat klub ini)”. Pierreterlihat akan menuangkan bir dingin kedalam gelasku lalu
berkata lagi,”Vous avez l'airsi doux. quel est votre planpour demain?.Je vaisaller àMerlion, qu'en pensez-vous?(kamu
tampak begitu manis. Apa rencana kamu besok?. Aku akan pergi ke Merlion,
bagaimana menurutmu?)”,katanya lagi dari balik asap rokok yang mengepul dari
bibir Aqoon.
“I think I drink Coca Cola, thank you...(Aku pikir aku
minum Coca cola saja, terimakasih)”, kataku
menolak dengan halus bir yang hendak Pierre tuang kedalam gelasku.Sejenak aku
terdiam memikirkan kalimat yang ingin kuucapkan selanjutnya tapi kemudian aku
teringat cara Nali dalam meraba-raba bahasa Perancis sehingga aku menemukan
kata ‘Merlion’ yang memang terdengar diucapkan oleh Pierre
tadi,” I have not seen Merlion since I
visited this country, I hope tomorrow will be the best time to see the icon of
Singapore(Aku belum melihat Merlion sejak mengunjungi negara ini, aku harap
besok adalah waktu yang tepat untuk melihat ikon Singapore itu)”.
Pierre melihatku dengan mata birunya sedang
mencoba untuk mengerti kalimat yang kuucapkan. Sebentar kemudian dia kembali
meneguk bir lalu berkata dengan lembut, “voulez-vousveniravec
moi voirMerliondemain?(Apakah kamu mau ikut denganku melihat
Merlion besok?)”.
Pierre kemudian berkata pelan kepada temannya
Thomas dengan bahasa Perancis. Thomas lalu berkata kepadaku, “He asked you to see Merlion tomorrow, do you
mind? (Dia mengajak kamu melihat Merlion besok, apakah kamu bersedia?)”.
“Yes,
I do ..(Ya, aku mau)”, langsung kuterima saja ajakannya
dengan hati riang gembira hehehe. Thomas agak tersentak mendengar jawabanku
yang spontan. Lalu kulihat dia menyampaikan kalimatku dalam bahasa Perancis
kepada Pierre yang dibalas dengan senyuman olehnya
kepadaku.
Dalam hati aku berkata,
“asyiiik besok kencan dengan si ganteng”.
Malam hampir beranjak
fajar saat semua orang menyadari itu kami semua lalu membubarkan diri untuk tidur.
Kulihat dilangit bintang-bintang masih bersinar walaupun bulan sudah tidak lagi
tampak tersenyum di ufuk barat. Suasana kamar kami yang sejuk karena
berpendingin udara ditambah dengan empuknya tempat tidur membuatku ingin segera
terlelap. Tidak jauh dariku Pierre terlihat merambat tempat tidurnya
dengan mata mengantuk. Satu hal yang aku amati dari
lelaki bule kalau mau tidur adalah mereka melepast-shirt dan hanya menggunakan celana boxeratau istilahnya topless
hehehe termasuk si Pierre ini. Walaupun tidur di bed yang berbeda tapi tetap ada sensasi semriwing bisa menginap dengannya. Apalagi sebelum mematikan lampu
tidurnya dia melihat kepadaku seakan mengucapkan selamat malam lalu
menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut.
No comments:
Post a Comment