Thursday, October 24, 2013

Singapore With Love eps.7

Kembali Ke Masa Lalu
Hari sudah berganti, kami sudah kembali ceria setelah kemarin mengunjungi kedutaan besar dari berbagai negara. Hari ini cerah berangin membuat aku dan kawan-kawan merencanakan petualangan yang lain. Sayang sekali Kenshi tidak bisa ikut dalam perjalanan kali ini karena dia sudah dipulangkan ke Jepang oleh kedutaan besarnya. Di facebook dia menyampaikan salam kepada kami dengan foto wajahnya yang nyengir kuda berlatar belakang menara Tokyo, tampaknya dia sudah sampai di rumahnya. Sebenarnya masih banyak obyek wisata menarik yang bisa aku kunjungi di Singapore, masalahnya apakah perjalanan kali ini akan kulakukan seorang diri atau kembali berpetualang bersama kawan-kawanku? aku tidak tahu.
I heard this country has a fun adventure, it’s an amphibi boat which is exist in world war. It’s on Singapore River they called it Wacky Duck. Must be great(Aku dengar negara ini memiliki wisata petualangan yang menyenangkan, seperti perahu amphibi yang digunakan pada masa perang dunia. Terdapat di Sungai Singapore, mereka menyebutnya Wacky Duck)”, kata Aqoon memecahkan lamunanku.
Pemuda Taiwan ini memang menyukai wisata yang seru dan menantang. Untuknya memacu adrenalin itu harus, walaupun tampaknya perahu amphibi yang dia bicarakan tidak terlalu menantang tapi patut dicoba.
Hey I agree with you Aqoon, we can do adventure on the river. I hope there is no crocodile(Hey..aku setuju denganmu Aqoon, kita dapat melakukan petualangan di sungai. Aku harap tidak akan menjumpai buaya)”, kata Raj menimpali. Matanya tertuju pada selebaran pamflet obyek wisata Singapore yang baru saja dia ambil dari meja receptionist hostel. “I like to get wet hehehe (aku suka menjadi basah heheh)”.
So do you want to try that amphibi boat today? (jadi apakah kamu mau mencoba perahu amphibi itu hari ini?)”, tanyaku kemudian. Ada sedikit rasa penasaran dalam hatiku mendengar cerita Aqoon soal perahu amphibi ini. “This boat can float on the river and also can ride on the street? (Perahu ini dapat mengapung di sungai dan sekaligus berjalan di darat?)”.
Raj dan Aqoon terdiam sebentar lalu dengan serempak mereka menjawab,” Yes! (Ya!)”.
Seketika suasana di ruang TV menjadi ramai, Sella dan Nali yang sedang asyik menonton berita pagi langsung ikut berbincang. Membahas Duck Boat atau apapun itu namanya tampaknya memang hal yang menarik bagi para gadis. Tidak lama kemudian Pierre dan Thomas datang dari ruang makan, membawa masing-masing sepiring sandwich dan sereal jagung. Sambil melahap sereal jagungnya Thomas menganggukkan kepalanya setiap kali ditanya Nali dan Sela soal rencana keinginan mereka menaiki perahu bebek itu. Pada akhirnya Thomas dan Pierre setuju sama seperti yang lain bahwa hari ini kami bertujuh akan berangkat keterminal kecil dimana perahu amphibi itu parkir sebelum menuju sungai Singapore.
Menggunakan MRT turun di stasiunCity Hall dilanjutkan dengan bus sampai Suntec City. Disini kami tiba di terminal duck amphibi boat yang berada di daratan. Untuk menuju sungai dari terminal setidaknya membutuhkan waktu 15 menit, menggunakan duck amphibi dengan harga tiket S$33 pasti perjalanan ini akan sangat menyenangkan. Sebelum kendaraan militer amphibi warisan perang dunia kedua ini berangkatsemua penumpang wajib menggunakan jaket pelampung yang sudah disediakan jasa tur ini. Duck sendiri merupakan perahu amphibi berbentuk seperti perahuberoda dengan moncongnya digambar dan dihias seperti bebek, itulah alasan kendaraan ini dinamakan Duck. Atapnya dari tenda berwarna merah bergelombang dipinggirnya, kendaraan amphibi ini juga berwarna merah di moncongnya tapi badan perahu berwarna kuning cerah.
Berangkat dari terminal di Suntec City, Duck melaju melintasi jalan raya beriringan dengan mobil-mobil. Sekilas beberapa orang dijalan memperhatikan kami karena kendaran ini memang terlihat lucu. Duck kadang-kadang bergoyang ke kanan dan ke kiri walaupun aku perhatikan tidak ada kubangan di jalan yang dilewati, tapi aku memakluminya karena ini merupakan kendaraan peninggalan masa perang jadi sudah agak tua sehingga jalannya pasti aneh. Matahari mengintip dari balik awan-awan putih yang tipis, sesekali angin berhembus menandakan kendaraan ini berjalan cukup kencang. Tidak lama kemudian kami melintasi gedung Suntec City yang merepresentasikan tangan kiri manusia terinspirasi dari tradisional Fengshui. Dengan empat gedung berlantai 45 menggambarkan sebagai jari manusia sementara satu gedung berlantai 18 menggambarkan jari jempol. Gedung yang menjulang seperti menara ini digunakan sebagai perkantoran, kecuali podiumnya difungsikan sebagai pusat perbelanjaan dan restoran. Dari kejauhan rangkaian komplek Suntec City memang membentuk siluet telapak tangan yang muncul dari dalam tanah.Melintasi tengah-tengah gedung ada air mancur terbesar di dunia yang disebut Fountain of Wealth, yang merupakan simbol cincin di jari tengah seorang wanita sebagai pengingat akan kekayaan negeri ini. Fountain of wealth sendiri terbuat dari perunggu berbentuk cincin berdiameter 21 meter yang ditopang empat tiang dengan kemiringan 45 derajat. Dari cincin itu mengucur air deras yang jatuh ke sebuah gundukan besar yang ditengahnya terdapat lingkaran dengan air mancur kecil yang menyembur dari bawah tanah. Aku dan kawan-kawan sempat mampir ke air terjun ini dan mendaki gundukan besar di bawah air mancur, sungguh pengalaman mendebarkan dan pastinya membuat kami basah kuyup. Konon saat malam tiba air mancur ini dihiasi dengan lampu-lampu berwarna ungu dan perak sementara cincinnya dibalut lampu-lampu kecil berwarna biru, membuatnya tampak eksotik.
Tujuan Duck selanjutnya adalah gebyuran di Singapore River setelah sebelumnya melewati Flyer yaitu kincir raksasa setinggi 165 meter yang merupakan roda observasi terbesar di dunia dan sudah pernah dicoba olehku dan Pierre beberapa hari yang lalu. Begitu kami membelakangi Flyerderetan pohon kelapa langsung menyambut kami, jalanan aspal berganti menjadi rerumputan, baunya segar saat digilas roda kendaraan ini. Tidak lama kemudian tanah hijau telah berganti menjadi pasir kecoklatan menandakan telah tiba dibibir sungai, dengan kecepatan tinggi kendaraan amphibi ini langsung masuk ke sungai Singapore. Byur! Seluruh penumpang yang duduk dipinggir langsung basah kuyup namun semuanya tertawa riang. Duck kemudian berbelok tajam menuju bawah jembatan monorail, diatas kami kerta api MRT melintas dengan cepat derunya sampai terdengar ke bawah jembatan. Terus melaju dengan kecepatan penuh membuat air sungai membasahi kami, Duck meliuk mengikuti aliran sungai panjang bak ular naga ini. Tidak lama kemudian kami melewati Flower Domeyang terletak di daerah Gardens by the Bay, kubah besar yang berisi taman bunga beraneka warna dan jenis. Dari luar kubah ini terlihat megah karena terbuat dari kaca transparan dengan bingkai baja di cat putih, sementara dari dalam kubah ini tampak seperti taman surga. Bayang-bayang kubah ini di permukaan sungai menampakkan pemandangan tersendiri, modern art tapi juga kembali ke alam karena bentuk kubahnya yang mirip keong.
“lucky the sun so bright now. I though it would be rain today due to the heavy cloud(Beruntung kari ini cuaca cerah. Aku hari ini akan hujan karena awan yang tebal itu)”, kata Raj tiba-tiba saat perahu amphibi ini sudah sepenuhnya melewati flower dome. Raj sebenarnya berbicara kepadaku namun karena aku asyik menikmati pemandangan membuatku tidak menimpalinya.
Don’t worry Raj there is no crocodile on this river heheh (jangan kuatir Raj tidak ada buaya di sungai ini)”, kata Sella kepada Raj yang kelihatan sibuk mengamati batang pohon besar yang mengambang di permukaan sungai, mungkin Raj menyangka itu buaya yang ditakutinya.
I have never expected it (aku tidak pernah mengharapkan itu)”, kata Raj kemudian.
Duck melanjutkan perjalanan melewati bawah jembatanBayfront Ave yang besar dan cukup lebar hingga membuat gelap langit saat kami melintas dibawahnya. Disamping kami bisa disaksikan bangunan futuristik berbentuk kelopak bunga teratai raksasa yang ditopang oleh tiang-tiang baja yang tampaknya digambarkan sebagai tangkai bunganya, bangunan itu bernama Art Science Museum. Dibuka tahun 2011 museum ini telah memamerkan berbagai karya seni internasional dengan berbagai tema diantaranya “Titanic: The Artifact Exhibition”, “Harry Potter: The Exhibition”, “Andy Warhol: 15 Minutes Eternal”; “Dali: Mind of a Genius”, dan “Van Gogh Alive.Dimaksudkan sebagai simbol selamat datang bagi bangsa dari seluru dunia, museum ini mengutamakan kreatifitas dalam mengeksplorasi ilmu pengetahuan dan seni.
Perahu kembali bergoyang kali ini goyangannya agak kuat membuat sebagian besar penumpang menahan nafas, wajah Thomas bahkan sampai pucat dibuatnya. “Is this normal? (apakah goncangan ini wajar?)”, dia bertanya kepada dirinya sendiri.
Nali yang duduk disampingnya lalu menjawab,”don’t worry all of boats usually like this (jangan kuatir semua perahu selalu seperti ini)”.
Tidak lama kemudian perahu kembali melaju seperti biasa, membelah sungai Singapore hingga tiba di depan The Marina Bay Floating Stadium. Stadion olahraga terapung terbesar di dunia ini memang tampak megah dari kejauhan, berwarna-warni hijau, kuning, merah, biru merupakan warna dari deretan tempat duduk penonton.Sungguh bangunan yang canggih dirancang untuk memanfaatkan ruang yang tidak terpakai yaitu sungai. Platform terapung yang terbuat dari baja di Teluk Marina ini di desain untuk menahan beban hingga 9.000 orang, 200 ton perlengkapan pentas dan tiga kendaraan militer seberat 30 ton, sehingga total semua beban yang dapat ditahan adalah 1.070 ton. Fantastik!. Dengan lebar 83 meter dan panjang 120 meterplatform ini dapat dibongkar pasang guna memenuhi syarat dari berbagai acara yang berbeda. Sekilas lapangan rumput hijaunya yang biasa difungsikan untuk menggelar pertandingan sepakbola memang terlihat berukuran besar, ditambah dengan deretan bangku penonton sebenarnya stadion ini tidak lebih besar dari Gelora Bung Karno, hanya saja 5% lebih luas dari National Stadium of Singapore. Saat aku melintas stadion ini dari atas perahu amphibi aku bisa melihat tim nasional sepakbola Singapore sedang berlatih menggocek bola, mereka keren.
Melewati The Marina Bay Floating Stadium,Duck kembali melaju melawan angin kencang yang membuat air sungai beriak hingga mengoyang-goyangkan perahu, untunglah Thomas sudah terbiasa akan hal ini sehingga dia tidak terserang kepanikan lagi. “I feel excited now hehe (aku merasa tegang sekarang heheh)”,kata Thomas, kami hanya tersenyum mendengarnya.
Duck berbelok ke kiri saat hampir tiba di depan Esplanade, bangunan artistik yang dari kejauhan terlihat seperti dua buah durian raksasa atau mata facet serangga bagi sebagian orang karena atapnya yang unik.Esplanade sendiri tampak berkilau keperakan karena atapnya terbuat dari logam, hal itu lah yang membuatnya menjadi landmark Singapore selain Merlion. Bangunan ini juga banyak tercetak di kartu pos dan brosur promosi wisata negeri seribu satu larangan ini. Berfungsi sebagai pusat seni pertunjukan musik, tari, teater dan seni visual, terdiri dari dua ruangan besar: Concert Hall dengan 1.600 kursi, sebuah teater dengan 2.000 kursi dan dilengkapi dengan dua studio yang lebih kecil,sebuah mal serta sebuah teater luar ruang. Selanjutnya Duck bergerak mendekati Merlion, ikon Singapore ini tentu saja selalu menyemburkan air deras dari mulutnya.Berwarna putihdengan ornamen sisik-sisik di sekujur tubuhnya yang berwujud ikan dan kepalanya yang berwujud singa, alasnya adalah air bergejolak berwarna biru. Saat perahu amphibi kami melintas didepannya dipenuhi turis yang sedang mengabadikan keunikannya sebagai kenang-kenangan, air yang menyembur dari mulut Merlionmenyentuh permukaan teluk dengan deras hingga percikannyamembasahi semua penumpang. It was so fun (sangat seru)!.
Air sungai Singapore yang kelam menandakan dalamnya sungai, karena ini bulan mei maka negeri ini sedang berada di musim panas membuat setiap hari hampir tanpa hujan sehingga air sungai –untungnya- tidak deras. Duck bergerak membelah air sungai yang kelam itu terus melewati Merlion yang kini sudah berada di belakangnya, beberapa gedung bisa disaksikan dari geladak perahu ditambah dengan pepohonan akasia dan palem disepanjang sungai membawa kesejukan tersendiri, burung-burung gagak dengan riang bermain disekitar sungai mencari apa saja yang bisa mereka makan. Setelah jauh melewati Merlion sampailah Duck pada ujung teluk marina yang buntu hingga membuat perahu amphibi ini berputar halauan ke kiri menuju ke arah Marina Bay City Gallery. KemudianDuck kembali ke tempat semula yaitu Suntec City setelah sebelumnya melewati tikungan dimana terdapat Gardens by the Bay  disudutnya.
You just too good to be true...can take my eyes off you”, Pierre membisikkan sebuah lagu yang begitu manis terdengar di telingaku. Dibenamkan bibirnya di pipiku, aku tersenyum tersipu malu.“You feel like heaven to touch....I wanna hold you so much...At long last love has arrived...And I thank God I'm alive...”, nyanyiannya bertambah lantang membuat seluruh penumpang memperhatikannya. Sejenak Pierre merasa canggung karena banyak pasang mata meliriknya bahkan ada penumpang yang menoleh ke arahnya. Namun Pierre tetap saja bernyanyi, dirangkulnya pundakku dengan erat dan disandarkannya kepalaku di dadanya, aku merasa sangat hangat.
 Tiba-tiba saja seorang penumpang lelaki berbaju biru ikut melanjutkan lirik lagu yang dinyanyikan Pierre, suara bass nya diselingi cekikian gadis-gadis yang duduk dibelakangnya,”You're just too good to be true...Can't take my eyes off of you”.
Tapi setelah itu giliran gadis-gadis melanjutkan lirik lagu merdu itu,”I love you, baby and if it's quite alright”.
Mendengar para penumpangnya bernyanyi sang nahkoda perahu ikut bernyanyi, suaranya terdengar hingga deretan tempat duduk belakang karena dia menggunakan pelantang,”I need you, baby to warm the lonely nights....I love you, baby, trust in me when I say....’’.
Para penumpang tertawa mereka menjadi riang sehingga semuanya serempak menyanyikan lagu can’t take my eyes on you sambil bertepuk tangan,” Oh, pretty baby, don't bring me down I pray...Oh, pretty baby, now that I've found you stay..Let me love you, baby, let me love you”.
 Sungguh melodi yang akan selalu terpatri dalam ingatanku,”You just too good to be true..can’t take my eyes off of you”.
Kembali ke Suntec City si bebek rupanya tidak berhenti, Duckmelanjutkan perjalanan ke tengah kota setelah dengan agak susah payah keluar dari permukaan air sungai lalu mendaki tanah menanjak menembus semak belukar yang mengarah ke jalan raya. Gundukan-gundukan batu kali berukuran sedang sangat terasa sekali saat roda Duck menggilasnya, membuat penumpang diatasnya bergoyang kekanan dan kekiri. Beruntung tidak lama kemudian jalan aspal mengganti landscape,perjalanan terasa mulus walaupun dipenuhi beberapa taksi yang melaju di jalurnya. Lurus di depan segera kami bisa melihat WarMemorial, monumen tugu dengan empat pilar kembar berwarna putih setinggi 70 meter yang terletak di sebuah lapangan rumput yang luas yang disebut sebagai War Memorial Park. Menurut sejarah negeri ini pernah dijajah Britania raya hingga meletus Perang Dunia II. Pada masa perang itu Jepang menjajah Malaya dan berakhir pada pertempuran Singapore. Pada pertempuran itu Britania dikalahkan oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dalam enam hari. Sehingga memaksa Britania menyerahkan benteng yang seharusnya tidak terkalahkan pada 15 februari 1942 kepada Jenderal Tomoyuki Yamashita. Peristiwa ini membuat malu Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris pada saat itu bahkan menyebut penyerahan ini sebagai “bencana terburuk dan penyerahan terbesar dalam sejarah Britania Raya". War Memorial itu sendiri didirikan sebagai tugu peringatan akan perang Singapore dan untuk mengenang para korban sejumlah 25.000 jiwa yang gugur dalam pembantaian Pembantaian Sook Ching terhadap etnis Cina setelah Singapura ditaklukkan oleh Jepang. Tapi satu bulan setelah penyerahan Jepang yaitu pada 12 September 1945 Britania kembali menduduki Singapore. Pada 1955 setelah berakhirnya perang barulah Britania mengizinkan Singapore untuk mengadakan pemerintahan sendiri.
Duck menukik kekanan membuat para penumpangnya terhuyung ke kanan, menyusuri Historic Civic District terlihat banyak orang sedang bersantai menikmati cerahnya langit di lapangan yang ditumbuhi rumput itu. Disamping kiri kami dapat melihat Asian Civilitation Museum dengan gedungnya berbentuk huruf F jika dilihat dari atas awan dan halaman berumput hijau nan asri. Bercat putih setinggi tiga lantai, tiga gerbang masuknya yang melengkung dengan jendela kaca persegi panjang besar membuat museum ini tampak retro. Museum yang menghadirkan sejarah peradaban dan budaya Singapore ini sungguh cocok dikunjungi bagi anak-anak sekolah karena sifatnya yang edukatif, walaupun tentu saja orang dewasa juga dapat mengunjungi museum ini. Terdapat pula artefak peninggalan bangsa Asia, dan bukti-bukti sejarahnya selama hampir 5000 tahun. Victoria Theatre terdapat tidak jauh dari lokasi ini tepatnya ditikungan samping kanan. Memiliki sejarah yang panjang, pada 1979 digunakan untuk pertunjukan Singapore Symphony Orchestra, namun baru ditetapkan sebagai monumen nasional pada 14 Februari 1992. Sebuah gedung teater internasional dengan sebuah menara tinggi berkubah ditengah dua gedung putih berarsitektur Eropa, di menaranya terdapat sebuah jam besar berbentuk lingkaran. Banyak pertunjukan teater yang telah dipentaskan di gedung ini seperti Machbet, Panthom and the Opera, semua adalah pertunjukan berkualitas internasional. Disamping Victoria Theater berdiri megah City Hall gedung balai kota Singapore tempat pusat pemerintahan kota berlangsung. Selesai dibagun tahun 1929, gedung yang tadinya bernama Principal Building ini memiliki tiang-tiang tinggi menopang atap persegi panjang yang besar ditengahnya ada menara pendekdengan atap kubah berwarna hijau toska. Arsitekturnya khas Eropa, didepan pintu masuknya ada tangga yang lebar dan cukup tinggi, para pegawainya berlalu-lalang ditangga ini masuk dan keluar gedung. Hari yang sibuk.
Tur Sejarah Singapore ini hampir berakhir, Duck melintas di depan Supreme Court yang bersebelahan dengan City Hall jadi fungsinya sama dengan balai kota sebagai gedung pemerintahan. Diatas atap gedung ini ada sebuah piring besar ditopang tiang-tiang, tampak seperti pemancar atau parabola untuk telekomunikasi menurutku. Berbelok ke kanan akhirnya si bebek kembali ke terminalnya di Suntec City, penumpangnya sudah kehausan karena dilarang makan dan minum selama mengikuti tur ini, peraturan yang aneh. Perlahan turun dari kendaraan amphibi ini, Pierre langsung mampir ke sebuah stand penjual ice cream cokelat dengan dua keping wafel mengapitnya, harganya S$1 dia pesan dua, satu untuknya dan satu lagi diberikan kepadaku. Rasa ice creamnya enak sekali, lumer dimulut membuat rasa panas karena hausku berganti menjadi dingin yang segar. Sungguh tur yang menyenangkan sekaligus edukatif, tubuh kami yang basah kuyup terkena percikan air sungai diperjalanan tadi kini sudah kering tertimpa panas matahari di siang hari ini yang begitu menyengat tanpa ampun.Setelah ini kami lalu memutuskan untuk pulang ke hostel, melepas lelah sekaligus mengisi perut yang sudah keroncongan, siapa tahu ada menu baru di breakfeast room, ayam kalkun mungkin?
****************
Tidak terasa hari sudah malam, shophouse hostel rupanya kedatangan tamu lagi seorang Afrika berambut keriting, tubuhnya kurus dengan kulit hitam legam. Dia ikut sekamar dengan kami membuat seluruh tempat tidur akhirnya terisi penuh. Lelaki ini bernama Jeremiah, wajahnya oval matanya bulat telur berwarna hitam, alis yang tebal dan bibir yang juga tebal membuat penampilannya sungguh khas apalagi dia memakai kaus kuning menyala. Jeremiah memperkenalkan dirinya sebagai orang Nigeria, seorang bankir yang datang ke Singapore hanya untuk bersenang-senang. Good!.
Segera setelah Jeremiah tiba di kamar dia langsung akrab dengan Aqoon dan Bob, bertiga mereka tertawa kencang sekali entah apa yang mereka bicarakan. Pukul sepuluh ruang TV menjadi ramai, karena si Jeremiah ini rupanya pandai melucu. Segudang lelucon dilemparkannya membuat semua orang terbahak-bahak kecuali Jane, rupanya perempuan bermata hijau ini merasa enggan kepada Jeremiah. Rasis?
Why don’t you laugh when he is talking aboutjoke  (Kenapa kamu tidak tertawa saat dia melontarkan lelucon)?”, tanyaku kepada Jane karena penasaran.” He is so funny I think (menurutku dia sangat lucu)”.
Jane menoleh kepadaku terlihat mimik wajahnya yang bingung mau menjawab apa. Setelah berpikir sejenak Jane lalu menjawab ,”I know him, he is my husband (Aku kenal dia adalah suamiku)”.
            Wooow...aku terkejut mendengarnya, bukan tanpa sebab karena kupikir mereka terlihat tidak serasi. Jane berkulit putih berambut pirang, sementara Jeremiah memiliki warna kulit yang kontras dengan istrinya apalagi ditambah dengan rambut keriting yang kecil-kecil itu. Tapi aku diam saja dan tidak banyak komentar mengetahui fakta yang mungkin tidak diketahui penghuni kamar yang lain. Rahasia kecil aku dan Jane hehehe.
            Malamnya saat waktu sudah menunjukkan pukul 12 ketika seluruh penghuni kamar asyik tertidur, lampu kamar sudah dimatikan kecuali lampu tidur di dinding tempat tidur Bob yang memberikan cahaya untuknya membaca buku. Tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara gaduh, rupanya Jeremiah dengan Jane sedang bertengkar hebat. Bagaimana pertengkaran itu bisa bermula? dan entah apa yang mereka teriakkan, bahasa yang digunakan pastinya bukan bahasa Inggris. Sepasang suami istri ini rupanya tidak sadar kalau keributan yang mereka perbuat membangunkan semua orang. Raj bahkan sampai terheran-heran melihat keduanya, kecuali Pierre yang asyik saja terus tidur karena menggunakan headseat yang disumpal di telinganya. Dasar licik.
            Sie hat eine Affäre mit einer anderen Frau! (kamu selingkuh dengan perempuan lain!)”, teriak Jane begitu keras matanya melotot menatap dalam-dalam suaminya. “Ich hasse dich! (aku benci kamu)”.
            Teriakan Jane membuat Thomas melonjak dari tempat tidurnya, diperhatikannya sekeliling mungkin mencari sumber keributan dalam kamar yang gelap ini. Begitu mengetahui sumbernya adalah karena masalah roman picisan, Thomas hanya bisa memegang keningnya dengan kedua tangannya, pusing.Jeremiah terlihat berkacak pinggang mendengar teriakan istrinya itu, siluetnya terlihat karena sinar lampu jalan yang menyelinap dari balik korden tipis jendela kamar memberikan sedikit cahaya remang-remang.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi lemparan suatu benda.”Aarrrghhh!!!! Ich stimme nicht mit Ihnen wichtig (aaarghh! Masa bodo dengan kamu)”, rupanya benda itu dilempar Jane hingga mengenai kening suaminya membuat Jeremiah mengerang dan bertambah marah.
            Keributan itu tentu saja membuat semua orang dikamar tersebut terbangun dari tidur mereka. Aqoon keluar dari selimut yang menutupi tubuhnya, tampaknya dia bingung atas apa yang sedang terjadi. Sementara Bob yang sedari tadi membaca “The Three Dancer”-Tiga Penari- kemudian melipat bukunya dan melepaskan kacamatanya, terganggu dengan pertengkaran sepasang suami istri itu. Nali dan Sella bahkan sampai beranjak dari tempat tidurnya lalu berdiri disamping dinding, waspada jika lemparan benda yang selanjutnya mengenai tempat tidur mereka. Sementara itu Jeremiah dan Jane kembali berteriak, satu sama lain saling menuding hingga benda-benda melayang disekitarnya dilempar Jane yang semakin tidak terkendali.
            Enough!...this is already night and we want to sleep(cukup!..hari sudah malam dan kami mau tidur)”, kata Timmy tegas berharap bisa menghentikan pertengkaran itu.
Namun rupanya perkataan Timmy sia-sia belaka, baik Jane maupun Jeremiah masih saling menyerang dengan kata-kata yang terdengar kasar, tidak ada yang mau mengalah. Timmy melirik kepadaku, mungkin mencoba meminta bantuanku yang memang dikenal dekat dengan Jane. Aku sebenarnya ingin mencoba untuk menengahi pertengkaran sialan itu tapi aku bukan juru runding yang baik, sayang sekali. Harapan Timmy hanya tinggal angin lalu.
            Nali berjingkat dari dinding tempatnya bersandar, menghindari koper-koper besar miliknya sendiri yang tergeletak disamping tempat tidurnya agar tidak tersandung. Begitu sampai di dekat Jane dia langsung menarik lengan Jane sambil berkata,”common guys you can talk about anything of you problem tommorow, not now...we are trying to get sleep (ayolah kawan kalian bisa membicarakan masalah kalian besok saja, jangan sekarang...kami sedang mencoba untuk tidur)”.Usaha yang gagal dari Nali. Karena segera setelah dia menarik tangan Jane dia malah terseret dalam pertengkaran rumit sepasang suami istri itu. Akibatnya keributan semakin menjadi-jadi, membuat semua orang di dalam kamar kesal dibuatnya. “This is wrong, I’m nothing to do with this (ini sebuah kesalahan, aku tidak ada hubungannya dengan ini)”, kata Nali kemudian saat semua orang melihatnya seolah menudingnya sebagai provokator pembuat masalah menjadi besar.
 They are a couple, you know..husband and wife (mereka sepasang suami istri, kamu tahu lah)”, kataku mencoba membuat semua orang paham mengapa Jane dan Jeremiah bertengkar. Lebih tepatnya membuat semua orang mengetahui apa hubungan keduanya sehingga membuat kemungkinan kedua orang ini bertengkar.
Beberapa orang yang mendengar penjelasanku berkata ‘oooh’ seakan memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi, sementara yang lain mengernyitkan dahi. Yah, setidaknya aku sudah berusaha untuk mengakhiri pertengkaran mereka, dengan memberi penjelasan lisan, sungguh cara yang tidak efektif. Di sela-sela keributan yang dibuat sepasang suami istri itu terdengar hujan rintik-rintik jatuh di atap gedung, tidak lama kemudian suara petir menggelegar di luar sana. Cahaya kilat terlihat menggerayangi jendela kamar sebelum petir itu datang.
Thomas akhirnya beranjak dari tempat tidurnya, mengintip keluar jendela hujan deras sedang mengguyur jalan yang gelap dengan pohon-pohon di sudut bergemerisik bergoyang ditiup angin.
Sementara itu ditengah ruangan Jane dan Jeremiah masih saja bertengkar, hingga akhirnya habis kesabaran Thomas membuatnya memperingatkan pasangan itu.” Hey if won’t stop screaming I’m going to talk to manager, so you can walk out from this place (kalau kalian tidak berhenti bertengkar aku akan melapor ke manajer agar kalian dikeluarkan dari tempat ini)”.
Peringatan Thomas diacuhkan oleh keduanya, saat ini Jane bahkan telah meringkuk di tempat tidurnya menangis keras sekali, sementara suaminya masih sibuk berteriak ke arahnya, ribut sekali. Thomas akhirnya melangkah keluar kamar, terlihat dari celah pintu kamar yang tadi dibukanya, dia tampak setengah berlari menuruni tangga. Menunggu Thomas kembali kami hanya bisa terdiam membisu menyaksikan Jeremiah mencengkeram lengan istrinya sambil terus berbicara dengan nada keras. Sementara itu diluar hujan deras semakin menjadi-jadi hingga kaca jendela menjadi basah diterjang hujan yang berangin.
Tidak lama kemudian Thomas kembali bersama seorang lelaki gempal berkulit putih, wajahnya bulat dan matanya sipit dengan alis yang tipis dan hidung kecil, dialah si manajer hostel.
Begitu memasuki kamar hal yang dilakukannya terlebih dahulu adalah menyalakan lampu kamar hingga terang, setelah itu dia berbicara kepada Jeremiah,”excuse me mister, would you please stop fighting with your wife. I’m afraid you have disturbed everyone here (maaf tuan bisakah anda berhenti bertengkar dengan istri anda. Saya kuatir anda telah mengganggu semua orang disini)”.
Desau angin terdengar dari luar jendela tiupannya membuat korden melambai pelan, si manajer melangkah dari tengah ruangan menuju jendela kamar lalu menutup kaca jendela yang masih terbuka.
I’m a manajer here. I got complaint from Thomas, he said you are fighting here, and that was so annoying (saya manajer disini, saya mendapat pengaduan dari Thomas katanya anda sedang bertengkar disini, dan itu sangat menggangu)”, katanya kemudian.
Jeremiah lalu melihat ke arahnya, dilipat tangannya di dadanya seolah enggan kehidupan pribadinya diganggu. “I don’t think this is your bussiness (aku pikir ini bukan masalah anda)”, katanya menatap si manajer tajam.” I tried to make my wife understand that I love her(saya mencoba membuat istri saya mengerti bahwa saya mencintai dia)”.
Du bist einLügner, sie liebenmich dass die Hündin nicht(kamu pembohong, kamu mencintai perempuan jalang itu bukan mencintai aku)”, kata Jane parau wajahnya terlihat sembab karena airmata.
You can fight outside if you want not here please (kalian bisa bertengkar diluar tolong jangan disini)”, kata Sella tiba-tiba dari balik selimutnya, dia juga terbangun karena pertengkaran itu tentu saja.
Mendengar Sella berkata demikian, si manajer hostel langsung menggiring Jeremiah keluar kamar sementara Jane dibiarkannya duduk dibibir tempat tidurnya sedang menyeka air matanya, untunglah dia sudah tenang.
 I have no choice, I must to do this for our peace and look all of people here they were trying to get sleep when you starting to fight(Saya tidak punya pilihan, saya harus melakukan ini untuk ketenangan bersama dan lihatlah semua orang disini mereka tadi sedang mencoba untuk tidur saat anda memulai pertengkaran anda)”, kata si manajer saat membawa Jeremiah keluar dari kamar.
Lelaki asal Nigeria itu akhirnya melangkah keluar ruangan walaupun dia tampak terpaksa. Suasana kamar kembali tenang, si manajer mematikan lampu saat keluar kamar, semua orang kembali merambat ke tempat tidur masing-masing mencoba untuk kembali terlelap. Sekarang yang terdengar hanya rintik hujan deras di atas atap dan jeritan angin malam yang membuat bulu kuduk merinding.



No comments:

Post a Comment