Thursday, October 24, 2013

Singapore With Love eps.7

Nasib Malang Warga Negara Indonesia
            Hari sudah pagi dan matahari pun sudah meninggi. Pierre semalaman mengaduh kesakitan, pelipis kirinya yang lebam menyebabkan bengkak yang perih. Namun beruntung pagi ini dia dan Thomas bisa bangun dan melangkah ke kafe Arab di belakang hostel untuk sarapan. Nasi goreng udang dan segelas es teh tarik dipesannya sebagai sarapan. Aku yang juga ikut sarapan bersamanya memilih hamburger keju dan jus jeruk. Kesemua menu itu bisa didapat dengan harga S$11, tidak lama setelah kami memesan makanan Thomas datang menyusul. Kami duduk di bangku yang terletak pada teras kafe sambil memandangi Arab St. yang selalu lenggang itu dengan latar belakang Sultan Mosque dikejauhan.
We will get a car to going to our embassy, not only both of us but also our friends. Are you coming with us? (kami akan sewa mobil untuk pergi ke kedutaan kami, bukan hanya kami berdua tapi juga kawan-kawan kita. Apa kamu ikut bersama kami?)”, tanya Thomas sambil memotong sekerat daging sapi panggang lalu melahapnya.
Yes I’m coming with you but how you can get a car? Do you now how to get it in this country? (Ya aku akan ikut denganmu tapi bagaimana kamu bisa mendapatkan mobil? Kamu tahu bagaimana untuk mendapatkannya di negara ini?)”, tanyaku penasaran.
That’s gluup...glluuppp....easy many rental here(itu mudah gluup..gluup banyak penyewaan disini)”, jawab Thomas sambil meneguk jus melon kesukaannya. “By the way I had called for rental lastnight, so they must be ready now (lagipula aku telah menelpon penyewaan mobil tadi malam, jadi mereka pasti sudah kesini sekarang)”.
Kami pun melanjutkan kegiatan sarapan kami hingga kawan-kawan yang lain pun datang dengan pakaian yang rapi sudah bersiap menuju Kedutaan Besar negara mereka masing-masing. Tidak jauh dibelakang mereka tampak sebuah mobil minibus berwarna hitam metalik melintas, pengemudinya berhenti di pinggir jalan lalu mengeluarkan telponnya kemudian menghubungi nomer seseorang.
 Tidak lama kemudian Thomas berkata sambil menunjuk mobil minibus yang tadi diparkir dipinggir jalan dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang handphone ,” hey... that’s the car (hey...itu mobilnya)”.
Kami senang karena mobil sewaan itu telah datang, memang jika menggunakan mobil akan lebih mudah mencapai tujuan secara bersama. Akhirnya secara berurutan kami menaiki mobil itu, Bob memilih duduk di samping supir yang berjenggot tebal, bola mata bulat, dengan rahang yang tegas sehingga membuat wajahnya terlihat persegi, nama supir itu Ali.Pierre, Thomas, Aqoon dan Timmy duduk dibelakang dengan jendela di kanan kirinya serta kaca mobil belakang yang bisa dibuka. Sementara para gadis duduk ditengah mobil termasuk aku yang dapat posisi disisi jendela. Pertama kali kami akan melaju ke kedutaan besar Perancis. Hal itu karena dua diantara kami adalah warga negara Perancis yaitu Pierre dan Thomas. Rencananya mereka akan mengadukan masalah perkelahian yang semalam terjadi kepada Kedutaan Besar.
Why do you think this isimportant case to talked to the embassy?(kenapa kamu pikir ini masalah penting untuk dibicarakan dengan Kedutaan Besar?)”, tanya Nali penasaran, tampaknya dia bingung dengan alasan keberangkatan kami semua ke Kedutaan Besar negara masing-masing.
Sebenarnya aku tidak bingung hanya saja aku pikir tidak perlu mengatakan masalah ini kepada Kedutaan Besar karena bukankah akan lebih efektif jika membuat laporan ke kantor polisi. Tapi kata Thomas posisi kita sebagai warga negara asing di Singapore akan membuat segalanya menjadi rumit hal ini bukan berarti polisi lokal tidak memperhatikan kasus yang menimpa warga negara asing, tapi karena lebihbaik Kedutaan Besar mengetahui lebih dahulu dibandingkan dengan kepolisisan jika ada peristiwa buruk yang menimpa kami.
Kedutaan Besar Perancis beralamat di101-103 Cluny Park Road Singapore 259595berjarak satu jam menggunakan mobil dari tempat menginap. Gedungnya besar setinggi 5 lantai dengan pagar besi yang sangat tinggi dan di gerbangnya terdapat lambang negara Perancis. Di halaman depannya terdapat pohon-pohon hias dan sebuah rangka besi setinggi gedung dengan atap persegi panjang menutupi halaman parkir. Aku ikut masuk kedalam Kedutaan saat Pierre dan Thomas menemui staff hendak mengadukan semua peristiwa perkelahian semalam. Lantai marmer segera menyambut kami dan dinding berwarna cokelat muda terbuat dari metal. Pierre dan Thomas menuju sebuah ruang dimana terdapat beberapa staff Kedutaan dibalik meja mereka yang disekat oleh kayu dibagian bawah sementara di atasnya ada kaca dengan lubang-lubang agar staff dapat berkomunikasi dengan warga negara yang membutuhkan pertolongan. Seorang pria tua berambut putih dengan kacamata langsung menyapa Pierre saat dia melaporkan permasalahan semalam. Dengan bahasa Perancis mereka bertegur sapa terlebih dahulu kemudian mulailah Pierre bercerita tentang semuanya.
Staff kedutaan besar Perancis mengarahkan mereka untuk mengisi secarik kertas berbahasa Perancis kemudian memberikan kertas itu ke sebuah ruangan tertutup dimana tentu saja aku tidak dapat ikut masuk ke dalamnya. Sekitar 15 menit kemudian baru mereka keluar dari ruangan itu dan langsung pergi kembali ke mobil melanjutkan perjalanan ke kedutaan besar yang lain. Aku sempat bertanya kepada Thomas mengenai apa yang dikatakan kedutaan besarnya.
Thomas berkata kepadaku dengan mimik wajah lega,”lenous a demandé deremplirle papieret la volontéde gérerpour toutlettre(mereka meminta kami untuk mengisi dokumen laporan dan akan mengurus segalanya)”.
Berikutnya kami ke mengantarkan Kenshi ke Kedutaan Besar Jepang, kasihan sekali dia karena lukanya yang paling parah, kepalanya dipukul oleh centeng sampai berdarah dan harus dibalut perban yang dibeli di minimarket depan Shophouse hostel.Kedutaan besar Jepang di Singapore beralamat di 16 Nassim Road 258390, pagarnya terbuat dari batu bata besar berwarna hitam setinggi 3 meter dan terdapat lambang negara jepang disisi kanan pagar. Pohon-pohon rindang tumbuh di halaman depannya, gedungnya setinggi 5 lantai dengan dinding berornamen garis-garis dan berwarna putih gading dan ada bar di depannya. Kenshi masuk keruang depan dan mengadukan apa yang menimpanya, kali ini bukan sebuah formulir yang diberikan kepada Kenshi melainkan datang seorang staffperempuan berbaju kantor berwarna hitam dengan rok selutut, rambutnya hitam pendek dan bermata sipit,yang membantunya ke sebuah ruangan yang bersekat kayu.
Sekitar sepuluh menit kemudian Kenshi kembali dan berkata,”  I’m going home today to Japan, my embassy send me home. They said this is the best for me (aku akan pulang hari ini ke Jepang, kedutaan memulangkan aku. Kata mereka ini jalan yang terbaik untukku)”.
Saat aku melangkah kembali ke mobil aku sungguh merasa kasihan kepada Kenshi, tapi tentu saja dengan luka parah seperti itu melanjutkan rencananya untuk mencari pekerjaan baru di Singapore pastilah bukan hal yang mudah. Setelah selesai mengantarkan Kenshi mobil kami melaju ke Kedutaan Besar Republik Indonesia yang terletak 7 Chatsworth Road, Singapore 249761.Gedungnya lebar setinggi 3 lantai dengan kaca hitam menutupi jendela disetiap lantainya. Ada tiang dengan bendera merah putih berkibar di halaman depannya dan semak bunga-bunga berwarna ungu. Beberapa pohon pinang berdiri kokoh di kanan dan kiri gedung. Sekilas aku pikir tempat indah pastilah memberikan perlindungan yang terbaik bagi warganya. Sialnya rupanya aku salah, masuk ke kedutaan dihadangpetugas keamanan (satpam) dipintu gerbang dan langsung menanyakan apa keperluanku. Aku katakan kalau aku dan kawan-kawanku diserang tadi malam dan aku pikir aku perlu memberitahukan ini kepada kedutaan untuk mendapatkan perlindungan.
Tanggapan satpam sangat mengejutkan, dengan santainya dia berkata kepadaku,” Embassy hanya akan membantu dan melindungi pembantu rumah tangga Indonesia saja bu”.
Aku dengan perasaan bingung lalu membalas,” maksud bapak TKI (Tenaga Kerja Indonesia) begitu?”.
“Iya bu...kalau ibu bukan TKI ya Embassy tidak bisa membantu “, kata satpam itu lagi.
Kawan-kawanku menatapku dengan tidak sabar, karena aku merasa tidak enak ditunggu lama oleh mereka sehingga membuat aku berkata kepada satpam itu sambil menelan ludah kalau aku adalah TKI. Duh, mau ditaruh dimana muka ku?. Satpam lalu membuka pintu berangka besi disampingnya dan mempersilahkan aku untuk masuk. Dalam hati aku bertanya-tanya, “masa hanya TKI saja yang boleh masuk kedutaan?’’.
Kucoba tepiskan pertanyaan yang ada di hatiku, akhirnya aku melangkah masuk gedung kedutaan yang berselimut cat dinding berwarna putih dan diterangi lampu dengan semilir angin lembut dari penyejuk ruangan disudut atas, aku kemudian duduk di ruang tunggu dimana ada dua orang Nigeria dan seorang yang kuduga berasal dari Australia juga sedang menunggu antrian. Tidak sampai sepuluh menit kemudian staff kedutaan selesai melayani tiga orang yang datang sebelumnya hingga aku, si Nigeria dan orang Australia itu melangkah menemui para staff yang duduk dibelakang meja yang dibatasi oleh sekat kayu dengan kaca berlubang dibagian atasnya.
What is your name, madame? (Siapa nama Ibu)?”, kata staff yang membantuku, dia seorang lelaki paruh baya bermata kecil beralis tebal dengan wajah berbetuk hati, suaranya terdengar berat ditelingaku.
My name is Ningrum, may I talk in Bahasa Indonesia? (namaku Ningrum, boleh aku berbicara dengan bahasa Indonesia)?”,tanyaku penuh harap.
“Ya ibu ada yang bisa saya bantu?”.
“Aku diserang semalam saat bersama kawan-kawanku hhhh...”, kuhela napas panjang sambil mengingat kembali peristiwa semalam,” kami salah turun MRT di Geylang dan mmm...kami diserang sekawanan centeng, dipukuli tapi untungnya hanya kawan laki-laki aku saja yang dipukuli dan aku hanya tergores. Aku pikir aku perlu lapor masalah ini dan yah.. meminta perlindungan”.
Staff tersebut diam sebentar alisnya mengernyit memikirkan apa yang kukatakan. Sebentar kemudian dia berkata,”kami tidak dapat membantu permasalahan ibu, kedutaan hanya membantu jika ibu kehilangan paspor, atau ingin membuat visa kami baru bisa bantu”.
“Visa?..Tapi Singapore bebas visa kan?, maksudku hanya paspor yang diperlukan untuk memasuki negeri ini bagi orang Indonesia”, kataku cepat.
“Ya maksud kami mengurus work permitt, visa untuk ibu jika ibu berniat bekerja disini”.
“Tapi aku baru saja diserang semalam mas..”, kataku lagi setegah berharap kedutaan besar negeri ku tercinta ini akan melakukan tindakan yang lebih keren daripada kedutaan Jepang yang langsung memulangkan warga negara nya begitu mendengar insiden ini. Tapi rupanya harapanku tinggal anggan belaka saja saat staff tersebut menggeleng kepala.
“Tidak bisa ibu...untuk masalah seperti ibu kami tidak bisa bantu. Mungkin ibu coba telepon keluarga ibu saja supaya ibu dijemput atau beri kabar kepada keluarga ibu kalau...”, staff itu berhenti sebentar lalu kembali melanjutkan kalimatnya,”Ibu tinggalnya dimana? Jakarta?, coba saya lihat paspor ibu”.
Aku lalu merangsek tas kulit ku mencari paspor untuk kuperlihatkan kepada staff tersebut.
Kemudian dia kembali berkata, sambil melihat lembaran biodata di pasporku, ” Kalau masalah yang ibu alami kami tidak bisa membantu. Ada lagi yang ibu ingin tanyakan?”.
Staff Kedutaan kemudian mengembalikan pasporku yang dengan cepat kusimpan lagi didalam tas. Aku terdiam sejenak dan merasa heran, bagaimana mungkin kedutaan besar negaraku tidak dapat memberikan bantuan sama sekali, tidak ada formulir yang perlu diisi seperti di Kedutaan Besar Perancis, tidak ada pulang cepat seperti yang diberikan kepada Kenshi oleh kedutaannya, tidak ada apapun yang diperbuat staff tua bangka ini untukku!
“Tidak ada lagi mas ....aku pikir itu saja yang mau aku sampaikan”, kataku dengan lemas, benar-benar peristiwa teraneh dalam hidupku. Kedutaan Besar Republik Indonesia sama sekali tidak beraksi dengan ceritaku padahal warga negaranya habis diserang dan bukankah itu artinya sebagai warga negara Indonesia aku seharusnya dilindungi oleh kedutaan?
Diluar kawan-kawanku sudah menunggu di mobil, Nali tersenyum kepadaku penuh harap. “How is it going (Bagaimana?)”, tanya Nali saat aku duduk di jok mobil yang empuk dan terbuat dari busa itu.
Aku bingung bagaimana menjawab pertanyaan gadis Korea ini. “well, mpphh...everything is undercontrol (yah..semuanya sudah ditangani dengan baik)”, kataku sekedarnya.
Malu kalau harus menjawab aku tidak mendapatkan tanggapan apapun dari Kedutaan Besar Republik Indonesia, malu kepada kawan-kawanku yang berasal dari berbagai negara. Akhirnya mobil hitam metalik yang kami sewa berputar halauan menuju Kedutaan Besar Korea Selatan, USA, Malaysia, dan Taiwan, melewati jalan-jalan bebas kemacetan di Singapore dengan kecepatan sedang hingga semuanya mendapatkan bantuan dari Kedutaan Besar negara mereka masing-masing, kecuali aku.

No comments:

Post a Comment