Perpisahan
dengan Jakarta
Dua
hari lagi aku akan bertamasya ke Singapore
negeri mungil yang dipimpin seorang perdana menteri ini menjadi tujuan pertama
ku dalam memulai petualangan sebagai backpaker
diluar negeri. Perlu dicatat bahwa aku sendiri sudah menjajal berbagai macam
daerah tujuan wisata di Indonesia dalam hidupku yang masih seumur jagung ini,
namun baru kali ini aku traveling
hingga ke negeri tetangga. Karena itu persiapan yang matang sudah aku lakukan
dari 3 bulan sebelum take off.
Lamanya persiapan memang dirasa berlebihan untuk sebagian besar backpaker. Tapi bagaimanapun aku seorang
yang masih muda sehingga sebuah perencanaan yang matang tentu diperlukan
apalagi ini adalah sebuah pengalaman pertama ke luar negeri yang pastinya
membuat hati ini cetar membahana hehehe. Hal ini karena terkait dengan kalimat
terkenal yang dikutip dari sebuah film hollywood“
too young too die”. Tentu aku tidak mau bernasib sial seperti itu kan?
Karena jika persiapan kurang matang maka sama saja dengan mengantarkan nyawa ke
negeri orang. Apalagi aku seorang single
fighter, travelling sendirian
hanya bergantung pada sinyal cellphone
seadanya jika terjadi sesuatu di luar negeri dan sedikit keberuntungan.
Rancangan
Dana Ke Singapore untuk 4 hari:
1.
Tiket pulang pergi
Jakarta-Singapore-Jakarta IDR 910.000
2.
Biaya check in bandara IDR 150.000
3.
Biaya menginap di hostel
IDR1.000.000
4.
Biaya makan IDR1.000.000
5.
Biaya bertamasya IDR1.000.000
6.
Biaya darurat IDR 500.000
7. Isi pulsa
handphone di Jakarta IDR100.000
TOTAL DANA IDR 4.660.000
Semua dana yang dirancang tersebut
kusiapkan dalam bentuk cash. Setelah
merancang dana yang selanjutnya aku lakukan adalah mempersiapkan pakaian,
makanan, dan barang keperluan lain untuk dibawa ke Singapore. Untuk pakaian aku hanya membawa 4 helai pakaian dengan
kriteria yaitu satu pakaian untuk tamasya, satu pakaian pesta/cute gown, satu pakaian formal, dan
piyama (semuanya baju terusan atas bawah tidak terpisah) serta pakaian dalam.
Hal ini di perlukan karena saat di negeri orang yang baru saja kita jejaki
tentu kita belum mengetahui budaya negeri tersebut. Kalau kita salah kostum di
negeri orang pasti akan membawa dampak tidak menyenangkan pada diri kita seperti
tidak diterima dengan baik oleh masyarakat dan mungkin hal yang lain. Sehingga
membawa pakaian dengan kriteria berbeda akan membuat posisi kita aman dalam
bergaul dengan masyarakat internasional. Dan jangan lupakan membawa swim suit untuk ke pantai.Selain pakaian
yang perlu dipersiapkan adalah sabun dan peralatan mandi. Tak lupa aku siapkan charger dan handphone untuk terkoneksi dengan peradaban di Indonesia. Aku juga
membawa serta sebuah buku tulis yang berisi catatan rencana berlibur dan pen
untuk mencatat hal-hal penting di luar negeri. Hal ini perlu karena walaupun di
zaman modern bisa mencatat secara digital menggunakan handphone tapi membuat catatan secara tertulis tetap utama karena
siapa yang tahu sinyal handphone dari provider
Indonesia di luar negeri terganggu. Sehingga membuat handphone kita di luar
negeri praktis seperti barang bekas. Selain semua stuff tersebut aku juga tak lupa membawa wet tissue, pembalut wanita, steples
minidan sandal jepit. Wet tissue
diperlukan untuk di gunakan saat ke toilet, pembalut wanita untuk my periode, steples mini untuk menstepless
dokumen penerbangan dan sendal jepit juga perlu untuk menghadapi situasi yang
tak terduga nanti. Jangan lupa membawa snack,
plester pembalut luka, dan balsam penghangat tubuh dari cuaca dingin, korek
api dan peta negara Singapore juga sudah di persiapkan.
Satu hari menjelang traveling aku
pergi ke bandara Soekarno Hatta untuk beli tiket pulang pergi
Jakarta-Singapore-Jakarta seharga IDR 910.000. Aku membeli tiket di airport sehari sebelum take off adalah karena aku tidak punya credit card jadi tidak bisa booking tiket online dan aku cenderung pelupa untuk urusan menyimpan lembaran
serupa tiket pesawat sehingga membeli sehari sebelum hari H akan membuat tiket
ku aman dari insiden pikun mendadak. Lagipula menggunakan jasa travelling di Jakarta untuk booking pesawat tidak aman. Banyak jasa traveling yang tipu sana sini sehingga
dapat merugikan rencana berlibur. Setelah dipakai untuk beli tiket pesawat sisa
dana yang ada di dompet aku tersisa IDR 3.750.000. Uang dengan jumlah itu
sebenarnya sesuai dengan rancangan dana, tapi karena maksimum berwisata ke luar
negeri harus bawa cash IDR5.000.000
maka mau tak mau jumlah tersebut aku tambah lagi untuk menggenapi hingga lima
juta rupiah. Setelah itu sejumlah IDR4.500.000 aku tukarkan dengan dolar Singaporemenggunakan kurs saat itu S$1 seharga
IDR 7500. Menukar mata uang bisa dilakukan dimoney changer PENITI yang beralamat di Jl.Raya Perjuangan kav.88
Jakarta Barat 11530.Sementara uang sisa sebesar IDR 500.000 aku biarkan tetap
berwujud mata uang negara kita. Selain dana cash
aku juga siapkan dana dalam rekening tabungan yang bisa ditarik lewat atm bank
berlabel VISA. Karena jika traveling ke luar negeri kita tak bisa tarik uang
lewat ATM kalau card nya tidak
berlabel VISA atau Mastercard. Aku sendiri tak bawa credit card karena memang tak pernah punya hehehe dan tak pernah
mau apply untuk keperluan apapun
dengan alasan tak nyaman berhutang.
Hari bahagia itu akhirnya tiba. Sebelum
berangkat aku berdandan terlebih dahulu, kusisir rambutku yang keriting sebahu
dan berwarna hitam, menggoreskan pensil ke alisku yang runcing, dengan eyeliner hitam kutegaskan garis mataku
yang bulat, tidak lupa sapuan blush on berwarna
pink ke pipiku yang chubbymembuat wajahku yang oval lebih
terlihat manis, lalu lipstikpink dipulas
ke bibirku yang tipis. Aku memilih mengenakan gaun cocktailberwarna merah jambu, dengan sepatu ballet datar berwarna putih. Setelah itu sesuai dengan tanggal dan
jam keberangkatan yang tercantum pada tiket pesawat yaitu malam pukul 19.45
maka aku berangkat dari rumahku pukul 09.00 pagi setelah sarapan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari kemacetan Jakarta yang tidak punya belas kasihan
pada siapapun yang hendak beraktifitas setiap hari. Belum lagi antrean busway yang tak kenal waktu selalu
mengular, dan padatnya penumpang di dalam bus transjakarta itu sendiri sudah
membuat perjalanan seperti di neraka. Dari rumahku di Meruya aku naik angkot
B03 sampai halte busway terdekat yaitu Duri Kepa memakan waktu satu jam karena
macet. Sampai Halte Duri Kepa harus antre selama setengah jam menunggu busway
yang melaju ke Kalideres dengan jalur transit di Halte Grogol. Sudah datang busway nya pun aku tidak dapat tempat
duduk. Harus berhimpitan dengan penumpang lain sebenarnya masih bisa diterima
tapi kalau kena macet juga rasanya benar-benar mederita. Sampai Kalideres aku
harus sambung perjalanan dengan Kopaja B95 sampai Rawa Bokor lalu dilanjutkan
dengan menggunakan Trans Bandara yang mobilnya minibus langsung antarkan
penumpang ke Soekarno Hatta dengan ongkos IDR 4000. Dengan banyaknya angkutan
umum yang saya gunakan untuk sampai ke bandara ditambah dengan waktu tempuh
empat jam maka bisa dikatakan perjalanan ini sangat panjang dan melelahkan. Belum
lagi pemandangan padatnya kendaraan di sepanjang jalan ditambah rumah-rumah
penduduk yang berjajar menambah parah wajah ibukota negara Indonesia ini. Belakangan
aku dapat info dari Kaskus.co.us kalau transit angkutan umum bisa di minimalkan
dengan menggunakan Bus Damri jurusan Blok M-Bandara Soekarno Hatta yang bisa
ditemukan di Tol Kebon Jeruk (jika dari rumah aku menggunakan angkot B03 turun di
depan RCTI) dengan ongkos bus Damri IDR 20.000.
Sesampainya di Bandara sudah pukul
13.00 WIB. Suasana Bandara Soekarno Hatta sendiri cukup nyaman karena
kebersihannya terjaga baik. Bandara yang berstatus international airport ini terdiri dari tiga terminal. Masing-masing
terminal dapat dijangkau dengan menggunakan shuttle
busyang tersedia gratis bagi penumpang bandara. Aku sendiri membeli tiket
pesawat di Terminal 3 tepatnya di bagian depan teras bandara dengan maskapai
pilihanku Tiger Airways yang berpartner dengan Mandala (tiket sudah aku beli
satu hari yang lalu). Mengapa aku memilih Tiger Airways?, alasannya cukup
sederhana: karena harga tiket pulang pergi Jakarta-Singapore-Jakarta lebih
murah dibandingkan Air Asia. Format tiket diberikan dalam dua lembar kertas HVS
dimana tercantum harga tiket, origin,
destination, nomer pesawat atau nomer penerbangan, jam keberangkatan, dll.
Yang perlu diperhatikan dalam sebuah tiket pesawat adalah nomer penerbangan dan
jam keberangkatan, walaupun detail lain juga perlu kita baca. Perlu diketahui
tiket pesawat yang di dapat bukanlah boarding
pass. Untuk mendapat boarding pass
itu sendiri perlu beberapa proses yang nanti akan aku ceritakan. Tapi yang
terpenting setelah memiliki tiket pesawat adalah penumpang pesawat tersebut
harus check in dua jam sebelum
pesawat take off, dan prosedur
tersebut merupakan peraturan standar resmi di semua maskapai maupun di semua
bandara di dunia.
Sambil menunggu waktu check in yang masih 4 jam lagi aku
menghabiskan waktu untuk menikmati fasilitas bandara ini. Bandara international
Soekarno Hatta memang dilengkapi beberapa fasilitas yang bisa dinikmati oleh
para penumpang pesawat yang singgah di bandara tersebut, walaupun tidak semua
fasilitas bisa dinikmati dengan gratis. Di Terminal 3 sebelum masuk Departure Gate para pengunjung bandara
dapat menikmati fasilitas restoran hamburger dan restoran ayam goreng yang
keduanya merupakan franchise
international. Namun jangan ditanya harga nya karena di bandara harga
makanan di restoran tersebut lebih mahal jika dibandingkan dengan makan di
restoran yang sama di luar bandara. Karena melihat daftar harga yang cukup aneh
tersebut aku pun mengurungkan niat untuk makan. Alih-alih mengisi perut aku
memilih melangkah masuk Departure Gate
dimana tentu saja tas yang aku bawa harus masuk x-ray Gate yang dimaksudkan agar petugas Imigrasi bandara dapat
melakukan pengecekan terhadap barang bawaan penumpang pesawat. X-ray gate berbentuk seperti sebuah
gerbang seukuran pintu berwarna kelabu yang akan berbunyi jika dilewati seorang
pembawa senjata tajam atau benda berbahaya lainnya termasuk drugs. Sementara untuk barang bawaan
biasanya di masukkan dalam xray device
berbentuk box besar dengan sistem
barang berjalan otomatis agar barang yang di masukkan dapat keluar secara
cepat. Selain itu seluruh tubuh aku juga di scan
dengan X-ray deviceberbentuk seperti stick cricketyang dipegang oleh seorang
petugas imigrasi bertampang galak dengan kumis tebal. Lolos pemeriksaan
imigrasi yang menegangkan itu aku akhirnya melangkah masuk dengan harapan dapat
menikmati fasilitas di Terminal 3. Namun yang terjadi sungguh mengecewakan
karena rupanya terminal ini minim fasilitas yang bisa dinikmati dengan gratis.
Memang ada banyak Stand Makanan, pakaian
batik dan cenderamata khas Indonesia tapi tentu saja harga nya mahal dan
cenderung mendorong pengunjung untuk konsumtif. Ada juga minimarket yang tidak lengkap dalam menjual barang, karena aku
sempat ingin membeli detergentuntuk
cuci pakaiankemasan sachet yang
sialnya lupa terbawa dari rumah namun sungguh malang karena tidak dapat
menemukan detergent di minimarket
tersebut. Juga ada restoran bakso yang aromanya cukup merebak hingga membuat
siapapun yang lewat meneguk air liur, tapi tentu saja itu sebelum melihat
daftar harga di restoran tersebut yang bisa menyebabkan serangan jantung. Di
dekat stand penjualan tiket maskapai dapat
ditemukan lounge airport yang siap
menghilangkan letih para penumpang yang baru tiba dengan fasilitas spa, meeting room, shower dan makanan
hangat hingga kursi empuk panjang untuk merebahkan tubuh yang lelah sehabis
penerbangan yang panjang. Tapi semua kenikmatan lounge tersebut tidak gratis, harus bayar dengan credit card atau cash. Fasilitas lainnya yang bisa ditemukan di terminal ini yaitu
ATM, toilet yang cukup bersih, dan air keran yang bisa diminum seperti di
negara barat. Aku coba minum 4 teguk dari air keran ini dan rasa airnya tawar
saja tidak berbau tapi suhu air tidak dingin sehingga untuk aku terasa kurang
menyegarkan. Dan di terminal ini aku juga tidak menemukan fasilitas internet
gratis, sehingga membuatku batal mengupdate
facebook.
Setelah menjelajah Terminal 3 yang
fasilitasnya tidak memuaskan tersebut aku harus segera berpindah terminal.
Karena untuk penerbangan Jakarta- Singapore harus melalui Terminal 2 maka aku
pun segera beranjak menuju halte shuttle
bus yang terletak enam puluh langkah
di sebelah kiri Arrival Gate jika
kita lewat melangkah keluar Terminal 3. Shuttle
bus sendiri adalah transportasi antar Terminal di bandara Soekarno Hatta.
Bentuk shuttle bus sendiri seperti
bus kecil namun nyaman dan ber-AC serta gratis untuk di tumpangi. Menunggu shuttle bus membutuhkan waktu 5 sampai
10 menit. Perjalanan antar terminal benar-benar aku nikmati karena saat itu adalah
momen-momen terakhir kakiku terjejak di tanah kelahiranku Jakarta, dan hanya 2
jam lagi aku tentu sudah terbang menuju negeri seberang. Sungguh besar Bandara
Soekarno Hatta ini, bahkan dengan shuttle
bus membutuhkan waktu 15 menit untuk menjangkau tiap terminal. Disepanjang
perjalanan aku bisa melihat puluhan pesawat terparkir di lapangan terbang dan
dua pesawat baru saja take off.
Sebelum ke Terminal 2 shuttle bus
singgah terlebih dahulu di Terminal 1 yang juga terlihat megah dengan
aksitektur modern bernuansa warna putih. Sayang aku tidak sempat menjelajah
Terminal 1 hingga tidak punya cerita untuk dibagi kecuali fungsi terminal
tersebut mayoritas untuk penerbangan domestik. Menuju terminal berikutnya
disepanjang perjalanan aku disuguhkan pemandangan hijaunya padang rumput yang
terhampar cukup luas dengan kanal-kanal bersih yang mengalir air bergradasi
hijau toska senada dengan semak-semak pendek yang tumbuh dipinggir kanal. Hari
sudah menjelang malam saat itu sehingga matahari berwarna jingga hendak
tenggelam di cakrawala padang rumput, sungguh pemandangan yang mengisi momen
terakhirku di Jakarta ini tidak akan pernah terlupakan.
Sesampainya di terminal 2 aku
langsung menuju departure gate. Setelah
melewati pemeriksaan x-ray untuk
barang bawaaan dan diriku sendiri aku lalu melangkah untuk check in di Tiger Airways/Mandala stand. Ada perbedaan antara departure
gate terminal 2 dengan terminal 3. Di terminal 2 kita diminta untuk
menunjukkan tiket pesawat untuk melewati departure
gate. Tapi di Terminal 3 kita tidak perlu menunjukan tiket pesawat bisa
lewat departure gate asalkan lolos
pemeriksaan barang dengan x-ray.
Begitu melewati pemeriksaan x-ray
betapa terkejutnya aku karena jalur check
in belum dibuka. Akhirnya sambil menunggu dibukanya jalur check in aku memutuskan untuk mengisi
perut. Agak sulit memutuskan untuk makan di restoran mana karena terkait dengan
masalah harga yang mahal. Tapi aku beruntung karena seorang petugas bandara
yang tiba-tiba menyapa ku karena tertarik dengan wajahku yang manis memberikan
aku petunjuk restoran yang harganya terjangkau. Petugas itu bertubuh agak gemuk
dengan kulit putih dan wajah bulat, dengan ramah dia tunjukan aku restoran yang
terletak di lantai dasar terminal 2 dimana untuk menuju kesana harus
menggunakan elevator.
“Kalau mau makan di airpot pasti mahal mba,
tapi di lantai dasar harganya lebih murah”, kata si petugas dengan logat
betawi.
Sepanjang jalan petugas ini bercerita ramai
soal lamanya dia kerja di bandara, antrean pesawat yang mengular, bahkan sampai
makanan enak yang bisa dicicip di pesawat. Aku hanya tersenyum mendengarnya.
Akhirnya di lantai dasar ada sebuah restoran bakso yang kelihatannya enak. Aku
pun memesan semangkuk bakso ditemani segelas es teh. Tapi betapa terkejutnya
aku karena untuk makanan sekelas kaki lima itu aku harus merogoh kocek hingga
IDR60.000. Apalagi rasa bakso yang
kusantap plain dan tidak ada yang
istimewa. Dengan cara pemesanan seperti di restoran fastfood dan gelas plastik yang dipakai untuk menyuguhkan es teh
yang kupesan, jelas harga yang kubayar terasa berlebihan. Tapi harga ini masih
lebih murah dibandingkan dengan harga makanan di lantai 1.
Setelah perut kenyang aku segera
beranjak ke lantai 1 karena jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku lalu
kembali melewati Departure Gate
dengan lancar melewati xray gate.
Lagi-lagi aku dibuat terkejut di jalur checkin
Mandala/Tiger Airways yang sepuluh
menit lalu masih tutup dan kosong kini telah penuh sesak dengan antrean para
penumpang pesawat yang hendak terbang. Aku akhirnya harus rela mengantri di
urutan terakhir, dibelakang seorang bapak tua berkewarganegaraan Cina dengan kopernya
yang sangat besar. Aku heran dengan para penumpang pesawat yang lain karena
mereka membawa bagage yang berat dan
besar padahal sebagian besar dari mereka terbang hanya untuk tujuan wisata sama
sepertiku. Namun rupanya hal tersebut dianggap lumrah untuk para petugas
maskapai yang memproses check in, bahkan
wajahnya terlihat terkejut saat aku katakan bahwa aku tidak bawa bagage hanya sebuah tas selempang sophie martin dan sebuah tas sport berbahan kulit. Tapi itu tidak
seberapa dibanding keterkejutanku saat si petugas berwajah tirus dan bermata
bulat runcing ini mengatakan soal Pajak Bandara yang harus aku bayar sebesar
IDR 150.000.
Setelah check in aku mendapat selembar tiket bernama boarding pass. Dalam selembar boarding
pass tercantum nama penumpang, origin
dan destination, nomer penerbangan
dan maskapai, boarding time, hingga
nomer kursi pesawat. Boarding pass
harus di bawa ke proses selanjutnya yaitu Immigration
Check untuk pemeriksaan paspor dan visa serta boarding pass. Di immigration
check aku diperhatikan dari head to
toe oleh si petugas imigrasi berwajah tua berkulit cokelat dengan sedikit
janggut. Dia memperhatikan dengan seksama wajahku dan membandingkannya dengan
foto wajahku yang tercetak di paspor.
Setelah dia merasa wajahku dengan foto wajahku yang dipaspor mirip maka dia
langsung membubuhkan stempel pada pasporku lalu merobek boarding pass aku menjadi dua bagian satu untuk disimpan pihak
imigrasi dan satu lagi di berikan untuk ku. Setelah itu si petugas imigrasi
baru membiarkan aku lewat tanpa ekspresi wajah apapun. Perlu diketahui boarding pass yang diberikan kepadaku
langsung aku steples dilembaran
paspor yang telah di stempel tadi agar boarding
pass tersebut tidak tercecer dari paspor mengingat boarding pass adalah lembaran yang penting untuk dapat take off. Setelah melalui proses imigration check yang hanya memakan
waktu 10 menit aku lalu bergegas ke gate D,
berjalan diantara stand cenderamata
dan bahkan butik menembus sekelompok pelancong Nigeria yang bertubuh besar aku
menjinjing ke dua tas ku. Agak jauh jarak dari imigration check ke gateD,
lampu terminal yang sedikit redup untungnya membuat aku rileks, aku pun
melangkah ke sebuah escalator landai
yang membuat penumpang pesawat lebih cepat berjalan tanpa merasa lelah ke gate D yang jauh itu.
Gate D itu sendiri
dijaga 3 orang petugas bandara yang menanyakan boarding pass ketika aku tiba. Melewati Gate D ada ruang duduk yang berkapasitas 30 orang dimana para
penumpang pesawat dapat duduk sambil menunggu pesawat tiba dari Singapore. Tak
lebih sepuluh menit akhirnya sebuah pesawat Airbus
landingdi lapangan terbang dan lorong menuju pesawat pun terbuka. Para
penumpang berbondong-bondong memasuki pesawat, di depan pintu seorang pramugari
berpostur semampai tersenyum manis sambil meminta penumpang memperlihatkan
tiket. Aku mendapatkan seat dengan
jendela tepat di sampingnya. Dari jendela aku melihat lapangan terbang yang
remang-remang dan sayap pesawat yang merentang jauh. Tak lama setelah aku duduk
seorang lelaki berwajah tionghoa duduk di kursi sebelahku, rupanya dia seorang
berkewarganegaraan Singapore.
Penerbangan ini adalah hal yang
menegangkan bagiku, walaupun ini bukan yang pertama kalinya aku terbang tapi
tetap saja mendebarkan, karena ini pengalaman pertama aku terbang ke luar
negeri. Menjelang take off seorang
pramugari berbicara dengan loud speaker
menjelaskan lamanya penerbangan hanya 2 jam 40 menit, terbang di ketinggian 1200an
kaki diatas permukaan laut hingga nama sang kapten pesawat adalah Andri
Toradaksa.Sang kapten sendiri terlihat seperti seorang Jawa yang gagah,
rambutnya hitam dengan raut wajah penuh senyum mengulum.Para penumpang pesawat
diwajibkan mengencangkan seat belt
selama take off, dan tidak boleh
menggunakan handphone serta alat
elektronik lain karena dapat mengganggu sinyal telekomunikasi pesawat. Saat
pesawat bergerak beberapa pramugari memperagakan prosedur keselamatan dengan
cekatan, hal ini penting untuk diperhatikan seluruh penumpang pesawat.
Saat take off aku merasakan sensasi yang luar biasa, hal ini tidak
pernah aku rasakan sebelumnya. Ada rasa haru dan bahagia karena akan segera
memulai petualangan pertamaku di luar negeri. Aku melihat keluar jendela
gerimis hujan sedang mengguyur Jakarta. Pesawat menukik ke atas dengan
kecepatan sedang meninggalkan Bandara Soekarno Hatta dengan anggun. Aku
termangu melihat kota kelahiranku dari atas awan. Gedung-gedung tinggi dan
rumah-rumah penduduk menjelma menjadi puluhan ribu cahaya gemerlap yang indah
terbentang luas, pemandangan yang akan selalu terpatri dalam ingatanku.
Menggurat perasaan ku sebagai seorang manusia, sungguh ini adalah perpisahan
yang manis yang dipersembahkan oleh ibukota Jakarta yang tercinta.
No comments:
Post a Comment