Saturday, July 6, 2013

Singapore With Love Eps.2 (In Indonesian)


Perpisahan dengan Jakarta

            Dua hari lagi aku akan bertamasya ke Singapore negeri mungil yang dipimpin seorang perdana menteri ini menjadi tujuan pertama ku dalam memulai petualangan sebagai backpaker diluar negeri. Perlu dicatat bahwa aku sendiri sudah menjajal berbagai macam daerah tujuan wisata di Indonesia dalam hidupku yang masih seumur jagung ini, namun baru kali ini aku traveling hingga ke negeri tetangga. Karena itu persiapan yang matang sudah aku lakukan dari 3 bulan sebelum take off. Lamanya persiapan memang dirasa berlebihan untuk sebagian besar backpaker. Tapi bagaimanapun aku seorang yang masih muda sehingga sebuah perencanaan yang matang tentu diperlukan apalagi ini adalah sebuah pengalaman pertama ke luar negeri yang pastinya membuat hati ini cetar membahana hehehe. Hal ini karena terkait dengan kalimat terkenal yang dikutip dari sebuah film hollywood“ too young too die”. Tentu aku tidak mau bernasib sial seperti itu kan? Karena jika persiapan kurang matang maka sama saja dengan mengantarkan nyawa ke negeri orang. Apalagi aku seorang single fighter, travelling sendirian hanya bergantung pada sinyal cellphone seadanya jika terjadi sesuatu di luar negeri dan sedikit keberuntungan.

Rancangan Dana Ke Singapore untuk 4 hari:

1.      Tiket pulang pergi Jakarta-Singapore-Jakarta IDR 910.000

2.      Biaya check in bandara  IDR 150.000

3.      Biaya menginap di hostel IDR1.000.000

4.      Biaya makan IDR1.000.000

5.      Biaya bertamasya IDR1.000.000

6.      Biaya darurat IDR 500.000

7.      Isi pulsa handphone di Jakarta IDR100.000


TOTAL DANA IDR 4.660.000

Semua dana yang dirancang tersebut kusiapkan dalam bentuk cash. Setelah merancang dana yang selanjutnya aku lakukan adalah mempersiapkan pakaian, makanan, dan barang keperluan lain untuk dibawa ke Singapore. Untuk pakaian aku hanya membawa 4 helai pakaian dengan kriteria yaitu satu pakaian untuk tamasya, satu pakaian pesta/cute gown, satu pakaian formal, dan piyama (semuanya baju terusan atas bawah tidak terpisah) serta pakaian dalam. Hal ini di perlukan karena saat di negeri orang yang baru saja kita jejaki tentu kita belum mengetahui budaya negeri tersebut. Kalau kita salah kostum di negeri orang pasti akan membawa dampak tidak menyenangkan pada diri kita seperti tidak diterima dengan baik oleh masyarakat dan mungkin hal yang lain. Sehingga membawa pakaian dengan kriteria berbeda akan membuat posisi kita aman dalam bergaul dengan masyarakat internasional. Dan jangan lupakan membawa swim suit untuk ke pantai. Selain pakaian yang perlu dipersiapkan adalah sabun dan peralatan mandi. Tak lupa aku siapkan charger dan handphone untuk terkoneksi dengan peradaban di Indonesia. Aku juga membawa serta sebuah buku tulis yang berisi catatan rencana berlibur dan pen untuk mencatat hal-hal penting di luar negeri. Hal ini perlu karena walaupun di zaman modern bisa mencatat secara digital menggunakan handphone tapi membuat catatan secara tertulis tetap utama karena siapa yang tahu sinyal handphone dari provider Indonesia di luar negeri terganggu. Sehingga membuat handphone kita di luar negeri praktis seperti barang bekas. Selain semua stuff tersebut aku juga tak lupa membawa wet tissue, pembalut wanita, steples mini dan sandal jepit. Wet tissue diperlukan untuk di gunakan saat ke toilet, pembalut wanita untuk my periode, steples mini untuk menstepless dokumen penerbangan dan sendal jepit juga perlu untuk menghadapi situasi yang tak terduga nanti. Jangan lupa membawa snack, plester pembalut luka, dan balsam penghangat tubuh dari cuaca dingin, korek api dan peta negara Singapore juga sudah di persiapkan.

Satu hari menjelang traveling aku pergi ke bandara Soekarno Hatta untuk beli tiket pulang pergi Jakarta-Singapore-Jakarta seharga IDR 910.000. Aku membeli tiket di airport sehari sebelum take off adalah karena aku tidak punya credit card jadi tidak bisa booking tiket online dan aku cenderung pelupa untuk urusan menyimpan lembaran serupa tiket pesawat sehingga membeli sehari sebelum hari H akan membuat tiket ku aman dari insiden pikun mendadak. Lagipula menggunakan jasa travelling di Jakarta untuk booking pesawat tidak aman. Banyak jasa traveling yang tipu sana sini sehingga dapat merugikan rencana berlibur. Setelah dipakai untuk beli tiket pesawat sisa dana yang ada di dompet aku tersisa IDR 3.750.000. Uang dengan jumlah itu sebenarnya sesuai dengan rancangan dana, tapi karena maksimum berwisata ke luar negeri harus bawa cash IDR5.000.000 maka mau tak mau jumlah tersebut aku tambah lagi untuk menggenapi hingga lima juta rupiah. Setelah itu sejumlah IDR4.500.000 aku tukarkan dengan dolar Singapore menggunakan kurs saat itu S$1 seharga IDR 7500. Menukar mata uang bisa dilakukan di money changer PENITI yang beralamat di Jl.Raya Perjuangan kav.88 Jakarta Barat 11530. Sementara uang sisa sebesar IDR 500.000 aku biarkan tetap berwujud mata uang negara kita. Selain dana cash aku juga siapkan dana dalam rekening tabungan yang bisa ditarik lewat atm bank berlabel VISA. Karena jika traveling ke luar negeri kita tak bisa tarik uang lewat ATM kalau card nya tidak berlabel VISA atau Mastercard. Aku sendiri tak bawa credit card karena memang tak pernah punya hehehe dan tak pernah mau apply untuk keperluan apapun dengan alasan tak nyaman berhutang.

Hari bahagia itu akhirnya tiba. Sebelum berangkat aku berdandan terlebih dahulu, kusisir rambutku yang keriting sebahu dan berwarna hitam, menggoreskan pensil ke alisku yang runcing, dengan eyeliner hitam kutegaskan garis mataku yang bulat, tidak lupa sapuan blush on berwarna pink ke pipiku yang chubby membuat wajahku yang oval lebih terlihat manis, lalu lipstik pink dipulas ke bibirku yang tipis. Aku memilih mengenakan gaun cocktail berwarna merah jambu, dengan sepatu ballet datar berwarna putih. Setelah itu sesuai dengan tanggal dan jam keberangkatan yang tercantum pada tiket pesawat yaitu malam pukul 19.45 maka aku berangkat dari rumahku pukul 09.00 pagi setelah sarapan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemacetan Jakarta yang tidak punya belas kasihan pada siapapun yang hendak beraktifitas setiap hari. Belum lagi antrean busway yang tak kenal waktu selalu mengular, dan padatnya penumpang di dalam bus transjakarta itu sendiri sudah membuat perjalanan seperti di neraka. Dari rumahku di Meruya aku naik angkot B03 sampai halte busway terdekat yaitu Duri Kepa memakan waktu satu jam karena macet. Sampai Halte Duri Kepa harus antre selama setengah jam menunggu busway yang melaju ke Kalideres dengan jalur transit di Halte Grogol. Sudah datang busway nya pun aku tidak dapat tempat duduk. Harus berhimpitan dengan penumpang lain sebenarnya masih bisa diterima tapi kalau kena macet juga rasanya benar-benar mederita. Sampai Kalideres aku harus sambung perjalanan dengan Kopaja B95 sampai Rawa Bokor lalu dilanjutkan dengan menggunakan Trans Bandara yang mobilnya minibus langsung antarkan penumpang ke Soekarno Hatta dengan ongkos IDR 4000. Dengan banyaknya angkutan umum yang saya gunakan untuk sampai ke bandara ditambah dengan waktu tempuh empat jam maka bisa dikatakan perjalanan ini sangat panjang dan melelahkan. Belum lagi pemandangan padatnya kendaraan di sepanjang jalan ditambah rumah-rumah penduduk yang berjajar menambah parah wajah ibukota negara Indonesia ini. Belakangan aku dapat info dari Kaskus.co.us kalau transit angkutan umum bisa di minimalkan dengan menggunakan Bus Damri jurusan Blok M-Bandara Soekarno Hatta yang bisa ditemukan di Tol Kebon Jeruk (jika dari rumah aku menggunakan angkot B03 turun di depan RCTI) dengan ongkos bus Damri IDR 20.000.

Sesampainya di Bandara sudah pukul 13.00 WIB. Suasana Bandara Soekarno Hatta sendiri cukup nyaman karena kebersihannya terjaga baik. Bandara yang berstatus international airport ini terdiri dari tiga terminal. Masing-masing terminal dapat dijangkau dengan menggunakan shuttle bus yang tersedia gratis bagi penumpang bandara. Aku sendiri membeli tiket pesawat di Terminal 3 tepatnya di bagian depan teras bandara dengan maskapai pilihanku Tiger Airways yang berpartner dengan Mandala (tiket sudah aku beli satu hari yang lalu). Mengapa aku memilih Tiger Airways?, alasannya cukup sederhana: karena harga tiket pulang pergi Jakarta-Singapore-Jakarta lebih murah dibandingkan Air Asia. Format tiket diberikan dalam dua lembar kertas HVS dimana tercantum harga tiket, origin, destination, nomer pesawat atau nomer penerbangan, jam keberangkatan, dll. Yang perlu diperhatikan dalam sebuah tiket pesawat adalah nomer penerbangan dan jam keberangkatan, walaupun detail lain juga perlu kita baca. Perlu diketahui tiket pesawat yang di dapat bukanlah boarding pass. Untuk mendapat boarding pass itu sendiri perlu beberapa proses yang nanti akan aku ceritakan. Tapi yang terpenting setelah memiliki tiket pesawat adalah penumpang pesawat tersebut harus check in dua jam sebelum pesawat take off, dan prosedur tersebut merupakan peraturan standar resmi di semua maskapai maupun di semua bandara di dunia.

Sambil menunggu waktu check in yang masih 4 jam lagi aku menghabiskan waktu untuk menikmati fasilitas bandara ini. Bandara international Soekarno Hatta memang dilengkapi beberapa fasilitas yang bisa dinikmati oleh para penumpang pesawat yang singgah di bandara tersebut, walaupun tidak semua fasilitas bisa dinikmati dengan gratis. Di Terminal 3 sebelum masuk Departure Gate para pengunjung bandara dapat menikmati fasilitas restoran hamburger dan restoran ayam goreng yang keduanya merupakan franchise international. Namun jangan ditanya harga nya karena di bandara harga makanan di restoran tersebut lebih mahal jika dibandingkan dengan makan di restoran yang sama di luar bandara. Karena melihat daftar harga yang cukup aneh tersebut aku pun mengurungkan niat untuk makan. Alih-alih mengisi perut aku memilih melangkah masuk Departure Gate dimana tentu saja tas yang aku bawa harus masuk x-ray Gate yang dimaksudkan agar petugas Imigrasi bandara dapat melakukan pengecekan terhadap barang bawaan penumpang pesawat. X-ray gate berbentuk seperti sebuah gerbang seukuran pintu berwarna kelabu yang akan berbunyi jika dilewati seorang pembawa senjata tajam atau benda berbahaya lainnya termasuk drugs. Sementara untuk barang bawaan biasanya di masukkan dalam xray device berbentuk box besar dengan sistem barang berjalan otomatis agar barang yang di masukkan dapat keluar secara cepat. Selain itu seluruh tubuh aku juga di scan dengan X-ray device berbentuk seperti stick cricket yang dipegang oleh seorang petugas imigrasi bertampang galak dengan kumis tebal. Lolos pemeriksaan imigrasi yang menegangkan itu aku akhirnya melangkah masuk dengan harapan dapat menikmati fasilitas di Terminal 3. Namun yang terjadi sungguh mengecewakan karena rupanya terminal ini minim fasilitas yang bisa dinikmati dengan gratis. Memang ada banyak Stand Makanan, pakaian batik dan cenderamata khas Indonesia tapi tentu saja harga nya mahal dan cenderung mendorong pengunjung untuk konsumtif. Ada juga minimarket yang tidak lengkap dalam menjual barang, karena aku sempat ingin membeli detergent untuk cuci pakaian kemasan sachet yang sialnya lupa terbawa dari rumah namun sungguh malang karena tidak dapat menemukan detergent di minimarket tersebut. Juga ada restoran bakso yang aromanya cukup merebak hingga membuat siapapun yang lewat meneguk air liur, tapi tentu saja itu sebelum melihat daftar harga di restoran tersebut yang bisa menyebabkan serangan jantung. Di dekat stand penjualan tiket maskapai dapat ditemukan lounge airport yang siap menghilangkan letih para penumpang yang baru tiba dengan fasilitas spa, meeting room, shower dan makanan hangat hingga kursi empuk panjang untuk merebahkan tubuh yang lelah sehabis penerbangan yang panjang. Tapi semua kenikmatan lounge tersebut tidak gratis, harus bayar dengan credit card atau cash. Fasilitas lainnya yang bisa ditemukan di terminal ini yaitu ATM, toilet yang cukup bersih, dan air keran yang bisa diminum seperti di negara barat. Aku coba minum 4 teguk dari air keran ini dan rasa airnya tawar saja tidak berbau tapi suhu air tidak dingin sehingga untuk aku terasa kurang menyegarkan. Dan di terminal ini aku juga tidak menemukan fasilitas internet gratis, sehingga membuatku batal mengupdate facebook.

Setelah menjelajah Terminal 3 yang fasilitasnya tidak memuaskan tersebut aku harus segera berpindah terminal. Karena untuk penerbangan Jakarta- Singapore harus melalui Terminal 2 maka aku pun segera beranjak menuju halte shuttle bus yang terletak enam  puluh langkah di sebelah kiri Arrival Gate jika kita lewat melangkah keluar Terminal 3. Shuttle bus sendiri adalah transportasi antar Terminal di bandara Soekarno Hatta. Bentuk shuttle bus sendiri seperti bus kecil namun nyaman dan ber-AC serta gratis untuk di tumpangi. Menunggu shuttle bus membutuhkan waktu 5 sampai 10 menit. Perjalanan antar terminal benar-benar aku nikmati karena saat itu adalah momen-momen terakhir kakiku terjejak di tanah kelahiranku Jakarta, dan hanya 2 jam lagi aku tentu sudah terbang menuju negeri seberang. Sungguh besar Bandara Soekarno Hatta ini, bahkan dengan shuttle bus membutuhkan waktu 15 menit untuk menjangkau tiap terminal. Disepanjang perjalanan aku bisa melihat puluhan pesawat terparkir di lapangan terbang dan dua pesawat baru saja take off. Sebelum ke Terminal 2 shuttle bus singgah terlebih dahulu di Terminal 1 yang juga terlihat megah dengan aksitektur modern bernuansa warna putih. Sayang aku tidak sempat menjelajah Terminal 1 hingga tidak punya cerita untuk dibagi kecuali fungsi terminal tersebut mayoritas untuk penerbangan domestik. Menuju terminal berikutnya disepanjang perjalanan aku disuguhkan pemandangan hijaunya padang rumput yang terhampar cukup luas dengan kanal-kanal bersih yang mengalir air bergradasi hijau toska senada dengan semak-semak pendek yang tumbuh dipinggir kanal. Hari sudah menjelang malam saat itu sehingga matahari berwarna jingga hendak tenggelam di cakrawala padang rumput, sungguh pemandangan yang mengisi momen terakhirku di Jakarta ini tidak akan pernah terlupakan.

Sesampainya di terminal 2 aku langsung menuju departure gate. Setelah melewati pemeriksaan x-ray untuk barang bawaaan dan diriku sendiri aku lalu melangkah untuk check in di Tiger Airways/Mandala stand. Ada perbedaan antara departure gate terminal 2 dengan terminal 3. Di terminal 2 kita diminta untuk menunjukkan tiket pesawat untuk melewati departure gate. Tapi di Terminal 3 kita tidak perlu menunjukan tiket pesawat bisa lewat departure gate asalkan lolos pemeriksaan barang dengan x-ray. Begitu melewati pemeriksaan x-ray betapa terkejutnya aku karena jalur check in belum dibuka. Akhirnya sambil menunggu dibukanya jalur check in aku memutuskan untuk mengisi perut. Agak sulit memutuskan untuk makan di restoran mana karena terkait dengan masalah harga yang mahal. Tapi aku beruntung karena seorang petugas bandara yang tiba-tiba menyapa ku karena tertarik dengan wajahku yang manis memberikan aku petunjuk restoran yang harganya terjangkau. Petugas itu bertubuh agak gemuk dengan kulit putih dan wajah bulat, dengan ramah dia tunjukan aku restoran yang terletak di lantai dasar terminal 2 dimana untuk menuju kesana harus menggunakan elevator.

 “Kalau mau makan di airpot pasti mahal mba, tapi di lantai dasar harganya lebih murah”, kata si petugas dengan logat betawi.

 Sepanjang jalan petugas ini bercerita ramai soal lamanya dia kerja di bandara, antrean pesawat yang mengular, bahkan sampai makanan enak yang bisa dicicip di pesawat. Aku hanya tersenyum mendengarnya. Akhirnya di lantai dasar ada sebuah restoran bakso yang kelihatannya enak. Aku pun memesan semangkuk bakso ditemani segelas es teh. Tapi betapa terkejutnya aku karena untuk makanan sekelas kaki lima itu aku harus merogoh kocek hingga IDR60.000.  Apalagi rasa bakso yang kusantap plain dan tidak ada yang istimewa. Dengan cara pemesanan seperti di restoran fastfood dan gelas plastik yang dipakai untuk menyuguhkan es teh yang kupesan, jelas harga yang kubayar terasa berlebihan. Tapi harga ini masih lebih murah dibandingkan dengan harga makanan di lantai 1.

Setelah perut kenyang aku segera beranjak ke lantai 1 karena jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku lalu kembali melewati Departure Gate dengan lancar melewati xray gate. Lagi-lagi aku dibuat terkejut di jalur checkin Mandala/Tiger Airways yang sepuluh menit lalu masih tutup dan kosong kini telah penuh sesak dengan antrean para penumpang pesawat yang hendak terbang. Aku akhirnya harus rela mengantri di urutan terakhir, dibelakang seorang bapak tua berkewarganegaraan Cina dengan kopernya yang sangat besar. Aku heran dengan para penumpang pesawat yang lain karena mereka membawa bagage yang berat dan besar padahal sebagian besar dari mereka terbang hanya untuk tujuan wisata sama sepertiku. Namun rupanya hal tersebut dianggap lumrah untuk para petugas maskapai yang memproses check in, bahkan wajahnya terlihat terkejut saat aku katakan bahwa aku tidak bawa bagage hanya sebuah tas selempang sophie martin dan sebuah tas sport berbahan kulit. Tapi itu tidak seberapa dibanding keterkejutanku saat si petugas berwajah tirus dan bermata bulat runcing ini mengatakan soal Pajak Bandara yang harus aku bayar sebesar IDR 150.000.

Setelah check in aku mendapat selembar tiket bernama boarding pass. Dalam selembar boarding pass tercantum nama penumpang, origin dan destination, nomer penerbangan dan maskapai, boarding time, hingga nomer kursi pesawat. Boarding pass harus di bawa ke proses selanjutnya yaitu Immigration Check untuk pemeriksaan paspor dan visa serta boarding pass. Di immigration check aku diperhatikan dari head to toe oleh si petugas imigrasi berwajah tua berkulit cokelat dengan sedikit janggut. Dia memperhatikan dengan seksama wajahku dan membandingkannya dengan foto wajahku yang  tercetak di paspor. Setelah dia merasa wajahku dengan foto wajahku yang dipaspor mirip maka dia langsung membubuhkan stempel pada pasporku lalu merobek boarding pass aku menjadi dua bagian satu untuk disimpan pihak imigrasi dan satu lagi di berikan untuk ku. Setelah itu si petugas imigrasi baru membiarkan aku lewat tanpa ekspresi wajah apapun. Perlu diketahui boarding pass yang diberikan kepadaku langsung aku steples dilembaran paspor yang telah di stempel tadi agar boarding pass tersebut tidak tercecer dari paspor mengingat boarding pass adalah lembaran yang penting untuk dapat take off. Setelah melalui proses imigration check yang hanya memakan waktu 10 menit aku lalu bergegas ke gate D, berjalan diantara stand cenderamata dan bahkan butik menembus sekelompok pelancong Nigeria yang bertubuh besar aku menjinjing ke dua tas ku. Agak jauh jarak dari imigration check ke gate D, lampu terminal yang sedikit redup untungnya membuat aku rileks, aku pun melangkah ke sebuah escalator landai yang membuat penumpang pesawat lebih cepat berjalan tanpa merasa lelah ke gate D yang jauh itu.

Gate D itu sendiri dijaga 3 orang petugas bandara yang menanyakan boarding pass ketika aku tiba. Melewati Gate D ada ruang duduk yang berkapasitas 30 orang dimana para penumpang pesawat dapat duduk sambil menunggu pesawat tiba dari Singapore. Tak lebih sepuluh menit akhirnya sebuah pesawat Airbus landing di lapangan terbang dan lorong menuju pesawat pun terbuka. Para penumpang berbondong-bondong memasuki pesawat, di depan pintu seorang pramugari berpostur semampai tersenyum manis sambil meminta penumpang memperlihatkan tiket. Aku mendapatkan seat dengan jendela tepat di sampingnya. Dari jendela aku melihat lapangan terbang yang remang-remang dan sayap pesawat yang merentang jauh. Tak lama setelah aku duduk seorang lelaki berwajah tionghoa duduk di kursi sebelahku, rupanya dia seorang berkewarganegaraan Singapore.

Penerbangan ini adalah hal yang menegangkan bagiku, walaupun ini bukan yang pertama kalinya aku terbang tapi tetap saja mendebarkan, karena ini pengalaman pertama aku terbang ke luar negeri. Menjelang take off seorang pramugari berbicara dengan loud speaker menjelaskan lamanya penerbangan hanya 2 jam 40 menit, terbang di ketinggian 1200an kaki diatas permukaan laut hingga nama sang kapten pesawat adalah Andri Toradaksa.Sang kapten sendiri terlihat seperti seorang Jawa yang gagah, rambutnya hitam dengan raut wajah penuh senyum mengulum. Para penumpang pesawat diwajibkan mengencangkan seat belt selama take off, dan tidak boleh menggunakan handphone serta alat elektronik lain karena dapat mengganggu sinyal telekomunikasi pesawat. Saat pesawat bergerak beberapa pramugari memperagakan prosedur keselamatan dengan cekatan, hal ini penting untuk diperhatikan seluruh penumpang pesawat.

Saat take off aku merasakan sensasi yang luar biasa, hal ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Ada rasa haru dan bahagia karena akan segera memulai petualangan pertamaku di luar negeri. Aku melihat keluar jendela gerimis hujan sedang mengguyur Jakarta. Pesawat menukik ke atas dengan kecepatan sedang meninggalkan Bandara Soekarno Hatta dengan anggun. Aku termangu melihat kota kelahiranku dari atas awan. Gedung-gedung tinggi dan rumah-rumah penduduk menjelma menjadi puluhan ribu cahaya gemerlap yang indah terbentang luas, pemandangan yang akan selalu terpatri dalam ingatanku. Menggurat perasaan ku sebagai seorang manusia, sungguh ini adalah perpisahan yang manis yang dipersembahkan oleh ibukota Jakarta yang tercinta.

To be continue


2 comments: